Social Media Sharing by CB Bloggerz


a
a
a
a

Recent Posts
recent

Tirtho Adhi Soerjo, Detik.com dan Berita Hoax

Oleh : Marlutfi Yoandinas

Ada keterkaitan apa sehinga judul di atas ditulis seperti itu? Keterkaitannya mengenai perkembangan pers/media di Indonesia. Ketiganya memiliki benang merah antara sejarah pers nasional, cikal-bakal media online dan konten berita yang mengkhawatirkan akhir-akhir ini, hoax.

Tirtho Adhi Soerjo (TAS) sebagai bapak pers nasional, sekaligus tokoh kebangkitan nasional. Seorang pencetus media pribumi pertama di Indonesia, Soenda Brita 1903, saat berumur kisaran 20-21 tahun.

Detik.com sebagai media online pertama di Indonesia, sebulan setelah orde baru tumbang, pasca rezim Soeharto. Detik.com merupakan medium pers revolusioner, menjadi penanda “senjakala” media cetak di Indonesia. Pencetusnya Budiono Sudarsono, seorang jurnalis yang pernah meniti karirnya di Surabaya Post, Tempo, Tabloid Detik, kemudia berlabuh di detik.com.

Berita hoax yang baru-baru ini muncul dan semakin menggurita. Isinya berupa kabar bohong dengan memanipulasi informasi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman keliru kepada publik. Berita hoax layaknya virus, berkembang pesat menggeroti dunia pers. Fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi, kemudian dibajak sehingga informasi yang berkembang malah memicu gerakan-gerakan antidemokrasi.

###

Membaca buku Sang Pemula karangan Pramoedya Ananta Toer (PAT), yang memperkenalkan sosok TAS, pada hari ini adalah perlu. Hal ini ditujukan untuk menyikapi perkembangan informasi melalui media-media yang tak lagi menjunjung cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa.

TAS sebagaimana ditulis oleh PAT adalah sosok arketip atau pemimpin teladan dalam pergerakan nasional, yang memiliki kesadaran akan pentingnya pers sebagai medium perjuangan melawan penjajahan.

Ia pun merumuskan delapan pedoman pers yang begitu visioner dan jelas manfaatnya. Pertama, memberi informasi. Kedua, menjadi penyuluh keadilan. Ketiga, memberi bantuan hukum. Keempat, menjadi tempat pengaduan orang yang tersia-siakan. Kelima, membantu orang mencari pekerjaan. Keenam, menggerakkan bangsanya untuk berorganisasi  dan mengorganisir diri. Ketujuh, membangun dan memajukan bangsanya. Kedelapan, memperkuat bangsanya dengan usaha dan perdagangan.

Di zaman TAS berbeda dengan zaman sekarang. Tidak hanya medium yang digunakan, kalau dulu pakai media cetak, sekang media online/sosial melalui jejaringan internet. Perbedaan juga terjadi di antara tataran visi dan nilai manfaat keberadaan media.

Dengan membaca buku Sang Pemula, saya ingin menyampaikan pesan dari TAS melalui PAT. Bahwa apapun bentuk medianya yang terpenting adalah visi dan manfaat dari informasi yang disebarluaskan.

Kalau masih ada di antara kita, yang setelah membaca informasi kemudian timbul keinginan untuk menyalah-nyalahkan orang/subyek lainnya. Saya sarankan berhentilah membaca berita itu, karena itu hoax.[]

Disampaikan dalam pengantar review book Sang Pemula, Gerakan Situbondo Membaca, 17 Januari 2017.

sumber gambar : islamindonesia.id
Redaksi

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.