Social Media Sharing by CB Bloggerz


a
a
a
a

Recent Posts
recent

Hentikan Sikap Kasarmu Ayah !

Oleh : Detha Mukti (KPMS)

16 januari 1993 adalah hari dimana anak manusia terlahir dari rahim sang Bunda. Dikala itu, Ranti Ibunda dari Ve melahirkan Ve tanpa seorang suami yang mendampinginya.
“Mak .. Mak... perutku terasa sangat sakit sekali. Apa mungkin jabang bayi hendak keluar? Ya Allah sungguh sakit sekali ?!!” teriak Bunda kepada maknya.
“Kemari tidurlah Nak. Mak segera mencari pertolongan!” kata mak sembari mata Mak melotot keberbagai sudut rumah.
“Mentik??!!! Adik mu hendak melahirkan. Lekas kau cari si Tarjo dan suruh dia memanggil Bidan!” sambil tangan mak menunjuk kearah Mentik.
“Aduhh.. aduuhh... “ Bunda masih saja mengeluh dengan kesakitannnya.
“Atur nafas nak. Huuhh... hahh... huuhh.. haahh..” tuntun Mak kepada Bunda.
Segera Tarjo pergi ketempat Bidan tersebut tinggal, dan memboncengnya menuju rumah Mak. Namun, suasana menjadi tegang ketika Bidan terkejut melihat keadaan Bunda yang terlihat pucat dengan simbah darah mengelilinginya.
“Apakah Ibu yang akan melahirkan ini sudah makan? Kalau belum, sebaiknya tolong diberi makan terlebih dahulu. Agar saat persalinan ia mempunyai tenaga!”
Segera Mak menyuapi , dan meminumkan minuman untuk Bunda. Dan sembari Bunda menyelesaikan makannya, bidan menyiapkan segala keperluan persalinan. Setelah Bunda telah siap, Bidan segera memulai persalinan. Bidan menuntun persalinan dengan hati-hati dan sabar. Namun, jabang bayi yang ada dalam kandungan Bunda enggan keluar. Sepertinya saluran bayi yang akan dikeluarkan begitu serat. Sehingga memungkinkan bayi sulit untuk keluar. Karena kondisi Bunda yang semakin lama semakin melemah, akhirnya Bidan membawanya ke Puskesmas untuk menangani lebih lanjut. Karena fasilitas yang Bidan masih belum memadai untuk persalinan yang terlihat rumit dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Bidan memanggil ambulans dan membawa Bunda ke Puskesmas. Semua keluarga berbondong-bondong membawa Bunda kemobil ambulans. Tetangga dan sanak saudara menangis melihat sulitnya persalinan Bunda, mereka berharap Bunda diberikan kelancaran oleh-Nya.
Bidan mendiskusikan persalinan dengan Bidan-bidan yang lain dipuskesmas. Namun, kekecewaan timbul dari diri Bidan Emy nama Ibu bidan tersebut, karena dokter yang lain sudah menyerah sebelum bertindak apapun.
“Bagaimana ini Dok? Apa kita harus mengoperasinya?” tanyaIbu bidan kepada bidan-bidan yang lain.
“Maaf Dok, saya tidak mau mengambil resiko!” jawab singkat Dokter tersebut kepada Ibu bidan.
Bu bidan kecewa dengan nyali para Dokter di Puskesmas yang tak mau mengambil resiko. Meskipun didalam hati Bu Emy telah tercampur perasaan ketakutan yang mendalam. Namun Bu Emy bersedia dan sanggup menanggung resiko.Akihrnya Bu Emy memulai persalinan kembali.  Bu Emy, Bunda, dan keluarga yang lain berdoa bersama untuk kelancaran persalinan. Bidan memulai kembali peragaan manyun untuk menuntun Bunda melahirkan.
“Ibu tarik nafas, lalu dorong ya? Huuuu.... hahhh.. huuuuu... haahh...” tuntun Ibu Bidan memberi contoh.
Namun sepertinya salurannya masih saja sulit.  Bunda sudah diinfus. Akhirnya Bidan menganjurkan Bunda*) meminum minyak goreng. Satu botol minyak goreng habis diminum Bunda. Akhirnya tepat pukul 21.00 WIB lahirlah sang bayi dengan selamat dan tanpa cacat sedikitpun. Bayi itu adalah perempuan, rambutnya hitam lekat dan sangat halus karena mungkin pengaruh minyak goreng tadi. Setelah bayi dibersihkan, bayi diadzani oleh Tarjo yang tak lain adalah Abang dari Bunda. Namun keadaan Bunda sangat lemah, ia benar-benar bertaruh nyawa. Bunda sempat mengalami kritis dan dirawat inap selama beberapa hari di Puskesmas. *)zaman dahulu orang meminum minyak goreng sebelum memulai persalinan, agar persalinan menjadi mudah dan salurannya lancar atau licin.
Entah setan apa yang merasuki Ayah, sehingga ia tidak mau menemani persalinan Bunda. Sikap Ayah membuat geram orang satu keluarga. Setelah seminggu berlalu, tibalah pemberian nama kepada sang bayi. Ayah memaksa memberikan nama pilihannya yang entah artinya dan ia dapatkan dari mana nama itu. Bunda tidak setuju dengan nama itu, namun tetap saja ayah bersikeras memberi nama bayi itu Ve. Veronika. Dengan terpaksa, Bunda menyetujui nama yang diberikan oleh ayah, dan menambahkannya dibelakang dengan Masviani yang berarti anak mas. Jadi nama bayi itu adalah Veronika Masviani. Nama yang cukup elegan bagi sebagian orang dimasa itu. Karena pada masa itu hanya ada satu nama itu dalam satu desa yang cukup luas.
Beberapa minggu berlalu, Lukas ayah Ve berulah kembali. Saat itu Bunda sedang sibuk memersiapkan makan siang untuk ayah. Sehingga Ve digendong oleh ayahnya ke sebuah warung yang tak jauh dari rumahnya. Ve menangis terus-menerus tidak bisa diam. Mungkin ia ingin menyusu keada bundanya. Sedangkan bundanya sedang sibuk. Karena Ve tidak segera diam ketika didiamkan, ayah malah mencubit paha Ve hingga memerah. Tangisan Ve manjadi sangat kencang, dan menarik perhatian Bunda untuk keluar menghampiri Ve.
“Mass..... jangan...!!!!!!!!” Jerit Bunda melihat perlakuanAyah.
“Lukas! Jangan lakukan itu keada anakmu sendiri!!” pinta pemilik warung tersebut.
Seketika hening disuasana warung tersebut.
“Apa yang kamu lakukan?!! Aku bertaruh nyawa untuk bisa mengeluarkannya dari perutku, tapi kau malah menyiksanya!! Kalau tidak mau menggendong, sudah biarkan!!”
Bunda menangis meratapi penyesalan luka yang ada pada paha Ve. Betapa ia bertaruh nyawa saat melahirkannya, dan kejamnya sang Ayah yang tidak menemaninya malah melukai bayi tidak berdosa itu.
“Ya sudah ini!!” bentak Lukas sinis.
Jika Ve sudah mengerti mungkin ia akan berkata
Apa salah ku ayah?
Apa salah bunda ku ayah?
Mengapa engkau harus bersikap kasar kepadaku dan bunda?
***
Ekonomi dalam keluarga Ve sangat tidak stabil. Apalagi setelah ayah dipecat dari pekerjaannya.
Seminggu sebelum Ayah dipecat, Bunda terserang sakit,sedangkan ayah tidak kunjung pulang. Bunda merasa lehernya seperti dicekik, dan ia melihat bayangan besar berwarna hitam sedang mencekiknya. Mak dan saudara lain mengaji disamping Bunda berharap penyakit atau makhluk halus penganggu segera pergi, namun Bunda masih saja merasa ketakutan dan kesakitan. Tejo abang dari Bunda sangat khawatir dengan keadaan adiknya. Dan tiba-tiba ia menunjuk suatu benda yang berada didalam lemari hias.
“Nah.. itu dia” geram Tejo.
“Apa Jo, apa yang kamu tau?” tanya Mak.
“Ini Mak yang buat Ranti menjadi seperti ini. Pasti Si Keparat itu yang menyimpannya dirumah ini” jelas Tejo dengan memperlihatkan sebuah keris yang ada didalam lemari.
Segeralah keris itu diamankan oleh orang pintar tetangga Mak. Bunda terlihat sudah mulai tenang dibandingkan dengan kegelisahan tadi.
“Dasar kau keparat kurang ajar!!” sambar Tejo melihat Ayah baru datang.
“Apa-apaan ini?!!” ujar Ayah.
“Apa sebenarnya yang kau inginkan?? Untuk apa kamu menyimpan benda-benda seperti itu?!! Tidak kah kau sadar, bila itu membahayakan keluarga mu sendiri!!”
“Seseorang yang memberikannya kepada ku” sahut Ayah tenang.
“Cepat kau kemasi barang mu Lukas! Aku tidak ingin melihat tampang mu disini!!” kata Tejo dengan nada tinggi mengusir Ayah.
“Ya sudah, memang aku akan segera pergi tampa kau suruh!” sahut Ayah.
“Kualat kamu mas! Kau tak mendampingi ku saat aku melahirkan anakmu sendiri! Bahkan kau sangat kasar padaku dan dan anakmu sendiri. Pekerjaanmu tidak akan di Ridhoi oleh Allah mas. Camkan itu!!” Ibu menyumpahi Ayah karena ia sudah bersikap kurang ajar terhadap keluarganya.
Setelah beberapa hari berlalu, Ayah kembali kerumah Mak dan meminta maaf atas segala yang penyesalannya. Dan Ayah benar-benar dipecat dari pekerjaanya. Bunda masih berbaik hati menerima maaf Ayah kembali. Mak pun juga begitu. Hanya Tejo yang tidak sudi menerima Ayah berada dirumah Mak. Hingga bunda dan Ayah memutuskan untuk mengontrak rumah. Karena ekonomi yang semakin surut, tidak ada yang dilakukan lagi. Bunda memutuskan bekerja menjadi TKI untuk memenuhi kebutuhan Ve. Bunda sangat  berat meninggalkan Ve karena Bunda tau bahwa Ayahnya sangat keras. Namun, Ayah meyakinkan bahwa ia bisa menjaganya.
Beberapa bulan Bunda di Singapore, Bunda sudah rutin mengirimkan uang untuk Ayah dan juga Ve setiap bulannya. Namun ironis. Ayah berulah kembali. Dua tahun ditinggal Bunda, ia malah menitipkan Ve kepada saudaranya yang berada di Wonosobo yang tak jauh dari desanya. Ve hidup terlontang-lantung sejak kecil. Ayah sering  meminta kiriman lebih kepada Bunda dengan alasan kebutuhan Ve. Namun ia malah menggunakan uangnya untuk berjudi.
Setelah tiga tahun disana, Bunda memutuskan untuk pulang karena sudah rindu dengan Ve dan keluarga. Bunda terkejut ketika sudah diambang pintu rumah.
“Assalamualaikum??” Kenapa tidak ada orang sama sekali? Apakah mereka sedang pergi? kata Bunda.
“Permisi? Mencari siapa ya?” tanya Bi Mira saudara depan rumah Bunda.
Ketika Bunda sudah berbalik menatap ke arah Bi Mira,
“Oh ya Allah, teh Ranti. Apakabar Teh?? Sehat kan? Kenapa tidak mengabari dulu kalau mau pulang. Mari-mari, mampir kerumah” kata Bi Mirah heboh dengan kedatangan Bunda.
“Iya terimakasih, tapi saya ingin bertemu anak saya dulu. Apa mereka sedang pergi?” tanya Bunda sedikit cemas.
“Begini teh Ranti. Sebenarnya setelah dua tahun neng Ranti pergi...”
Bi Mira menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak lama setelah itu. Bunda segera pergi ketempat dimana Ve berada. Dua puluh menit dalam perjalanan, Bunda sudah sampai ditempat Ve. Air mata Bunda mengalir deras seketika ditempat.
“Nak.. Masya Allah Nak. Maafkan Bunda” ujar Bunda.
Bunda sangat terpukul melihat Ve berpenampilan alakadarnya dengan sendal jepit dipeniti dan tampang yang dekil lagi kusam. Ve juga tidak mengenali Bundanya. Bunda membawa Ve ke kota untuk membeli segala keperluan Ve. Dalam perjalannya ke kota, Bunda menaiki angkutan umum untuk mencapai kesana. Didalam angkutan umum, Bunda menangis memeluk Ve. Banyak orang yang melihat Bunda dengan tatapan heran. Setibanya,Bunda sampai menghabiskan kocek satu juta dalam sehari hanya untuk membuat Ve merasa senang. Membelikan Ve baju, kalung dan anting emas, membelikan Ve makanan yang enak, dan membelikan Ve ice cream.
“Enak kah Sayang?” sapa Bunda kepada Ve.
Ve mengangguk rapi tanpa berbicara. ia masih saja menikmati ice cream di genggamannya.
“Iya enak” setelah beberapa menit kemudian Ve akhirnya berbicara.
“ini Bunda Sayang” kata Bunda sambil menunjuk dadanya.
“Bunda ku?” kata Ve.
“Iya Sayang, Bunda yang melahirkan kamu” ucap Bunda sekali lagi dengan air matanya yang masih mengalir memebasahi pipinya.
Dengan kejadian ini, Bunda membawa Ve tinggal bersamaNeneknya. Mengetahui Bunda telah pulang ke Indonesia, Ayah mendatangi Bunda kerumah Mak. Mak pun telah mengetahui apa yang telah terjadi, dan ia menegur Ayah. Ayah berbalik marah kepada Mak karena dirinya tidak merasa bahwa ia telah bersalah dan memaki-maki Mak yang kemudian membuat Bunda sakit hati dengan perlakuan Ayah.
“Jangan datang kemari lagi kau Lukas. Jangan sakiti keluarga kami lagi!” kata Mak.
“Apa maksudmu berbicara seperti itu! Aku ingin mengambil anakku” jawab Ayah dengan nada kasar dan tidak sopan.
“Cukup! Teganya kau bersikap kurang ajar didepan ibuku mas” sahut Bunda.
“Mak mu ini yang tiba-tiba marah kepada ku” sahut Ayah lagi.
“Apa yang kamu lakukan kepada Ibu ku, Lukas!!” sambar Tejo.
Mendengar Ayah semakin bersikap kurang ajar, Bunda bergegas kerumah kepala desa untuk meminta bantuan mengurus surat cerai kepada Ayah. Karena proses melalui kepala desa terlalu lama, besoknya Bunda pergi sendiri kekantor KUA dan kemudian kepengadilan. Ia mengurusi sendiri keperluan dan administrasi. Kemudian surat pemanggilan kepada ayah sudah dikirimkan untuk datang ke kantor pengadilan. Tiga kali panggilan, ayah tidak kunjung datang. Dan ayah dinyatakan miskin. Akibat dinyatakan miskin tersebut, ayah sakit hati dan ia sangat marah.
“Aku tidak akan melupakan kejadian ini Ranti” kata ayah kepada Bunda.
Setelah dinyatakan miskin, mereka dinyatakan cerai. Bunda dan ayah telah resmi bercerai. Ve tinggal bersama Mak. Dan Bunda kembali bekerja sebagai TKI untuk membiyayai kebutuhan Ve sampai menjelang Ve dewasa.

Setiap insan memiliki titik dimana ia harus mengalah, setiap insan mempunyai hak untuk menang atas kesabarannya. Tuhan selalu melindungi makhluknya yang teraniaya. Dan memuliakan seorang IBU yang bertaruh nyawa melahirkan anaknya.Ve masih saja harus ditinggal oleh Bunda. Namun Bunda meninggalkan nya untuk kebaikan Ve, untuk memenuhi segala kebutuhan Ve. Dan untuk menunjukkan bahwa Bunda mampu. Dan itu Bunda tunjukan hingga  Ve beranjak dewasa.

Redaksi

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.