Oleh : Marlutfi Yoandinas (Pendiri Rumah Baca Damar Aksara)
Secara khusus, dalam tulisan ini, saya mengucap banyak terima kasih. Terutama kepada panitia Festival Kampung Langai; Ardy, Imron, Detha, Ali, Ubur, Adhyt, dan Vian. Selanjutnya, kepada semua pihak sebagai pengisi acara, pendukung, dan penonton, yang tidak bisa saya sebut satu-satu.
Karena teman-teman lah rumah baca dan kampung Langai jadi ramai. Sejenak jadi objek perhatian dan bahan perbincangan. Minimal di kalangan kecil di antara kita, teman-teman komunitas dan warga kampung Langai.
Meski pun pertunjukannya secara kasat mata sederhana dan seadanya. Saya percaya pasti kesannya meriah dan menyenangkan. Tetapi sayang sekali, saya tidak bisa berada di sana saat acara. Sedih tidak bisa berkumpul, tidak bisa berbagi rasa capek, rasa senang, maupun haru.
Asudalah, saya tahu itu konsekuensi karena saya masih ada tanggung jawab lain di Jogja.
***
Festival kampung Langai, sebuah kegiatan seni pertunjukan yang dilaksanakan di kampung. Mungkin bagi sebagian orang (termasuk saya) akan berpikir, apa untungnya membuat acara di kampung? Siapa yang akan menonton? Siapa yang akan mensponsori? Apakah kemudian tidak mengganggu warga?
Menurut saya ini lah tantangan terberat yang dihadapi teman-teman, saat awal muncul ide membuat festival kampung Langai. Menjawab semua rentetan pertanyaan tersebut dengan pembuktian.
Jadi ingat apa yang dikatakan Ali, di awal diskusi persiapan acara. “Saya ingin berkarya, mas. Membuat acara yang menyenangkan dan tidak membuat sakit sesudahnya. Acara itu untuk saya pribadi dan teman-teman jaringan yang atas kesadarannya sendiri mau bergabung. Saya tidak ingin membebani atau menekan-nekan agar mereka ikut. Saya hanya ingin merangsang kesadaran teman-teman untuk belajar dan berkarya bersama-sama. Persiapannya akan saya cicil bersama teman-teman yang mau membantu. Saya juga tidak terlalu berharap penonton yang datang banyak, realistis saja, pertunjukan ini berada di kampung, jauh dari kota. Mengenai orang kampung, nanti saya akan minta izin ke mereka. Kalau sponsor, saya tidak mau repot, lebih baik urunan (swadaya) saja.”
Bagi saya, waktu itu keinginan Ali dan teman-teman panitia begitu absurd (tidak masuk akal). Tetapi, mau bagaimana lagi, ya memang itu lah isi pikiran mereka. Anak muda yang sedang terdorong semangat dan mimpi-mimpi besarnya.
Setahu saya, ada tiga ilustrasi mengenai isi pikiran manusia. Pertama, Ia yang berpikiran kecil, lebih suka membicarakan orang lain. Kedua, Ia yang berpikiran rata-rata, lebih suka membicarakan benda-benda. Ketiga, Ia yang berpikiran besar, lebih suka membicarakan gagasan/ide.
Menurut saya, keberhasilan melaksanakan festival kampung Langai adalah hasil dari cara berpikir besar. Tak hanya gagasannya saja yang besar, mereka juga melakukan langkah besar untuk menghindar dari segala aral-rintangan.
Berangkat dari yang sederhana dan seadanya, dikreasikan menjadi sesuatu yang berharga. Itu lah konsep pertambahan nilai yang telah diwujudkan. Menggunakan segenap daya-upaya untuk menyamakan langkah dan mewujudkan gagasan-gagasan. Ternyata mereka bisa, saling berangkulan, saling mencukupi kebutuhan satu sama lainnya.
Terus terang saya merinding ketika mendengar personil band Torabika ngamen untuk membantu mengumpulkan dana. Mereka anak-anak SMA sudah memiliki kepedulian dan sadar tentang arti partisipasi dalam sebuah komunitas. Bagi saya, hal seperti ini, terutama di Situbondo adalah sesuatu yang luar biasa. Mereka sadar posisi, pandai mengambil peran, dan tahu harus berkontribusi apa.
Tak hanya itu, semua teman-teman yang terlibat tentu telah berkorban untuk meluangkan waktu, uang, pikiran, dan tenaganya. Baik saat latihan, menyiapkan perlengkapan pra-acara, menata tempat, sampai kemas-kemas di akhir acara.
Satu hal yang saya pelajari dari semangat mereka saat membuat acara festival kampung Langai. Anak muda ternyata punya kecenderungan untuk egaliter, membangun kesetaraan saat berproses. Mereka ingin bebas dan bersenang-senang, penuh semangat dan daya-upaya, peduli dan bisa swadaya (urunan), syukur-syukur kegiatannya bisa bermanfaat untuk orang lain. Jadi, kalau boleh menarik kesimpulan, yang perlu kita lakukan sebagai orang yang peduli atas kesenian, kita hanya perlu mendukung dan memfasilitasi saja. Selebihnya, biarkan mereka mengaktualisasikan ide/gagasannya.
Saya kira, proses kemarin adalah modal besar yang dimiliki oleh komunitas rumah baca untuk membuat agenda festival kampung Langai di tahun-tahun mendatang.
***
Sekarang yang perlu dilakukan oleh teman-teman adalah mengevaluasi, membuat catatan tentang kelebihan dan kekurangan acara itu. Selanjutnya, dikumpulkan dan didokumentasi dengan baik, kemudian dipikirkan untuk rencana ke depannya. Saya kira, ketika acara ini akan dilakukan lagi di tahun depan dan dipersiapkan jauh-jauh hari, pasti hasilnya akan lebih baik.
Usulan saya untuk kegiatan di tahun-tahun mendatang. Kita perlu mensinergikan hubungan antara pemberdayaan seni dan masyarakat. Jadi, kita akan mempersiapkan, bagaimana cara memberdayakan seni di komunitas-komunitas, untuk nantinya kita kemas dalam satu pertunjukan, yang sekaligus bisa memberdayakan masyarakat. Kampung Langai bisa kita jadikan laboratorium untuk menguji gagasan tersebut.
Mengapa saya mengusulkan hal itu? Sebenarnya, kalau kita tarik benang merah, apa yang sudah teman-teman lakukan saat festival kampung Langai, adalah wujud dari hubungan pemberdayaan seni sekaligus pemberdayaan masyarakat.
Kita hanya perlu mengevaluasi dan mempersiapkan konsep yang lebih baik. Tentu tetap dengan semangat yang sudah teruji sebelumnya; belajar, berkarya, bersenang-senang, dan bermanfaat bagi sesama.
Mulai sekarang komunitas rumah baca mempunyai tanggung jawab untuk membangun komunikasi yang lebih baik dengan komunitas-komunitas di Situbondo, mau pun di luar. Menjalin hubungan kerjasama yang lebih erat lagi. Terlibat untuk saling mencukupi dan berkontribusi pada kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan.
Begitu pula pada warga kampung Langai. Tentu sekarang teman-teman sudah dikenal lebih luas oleh warga. Komunitas rumah baca perlu mengintensifkan komunikasi untuk menyerap informasi di lingkungan kampung Langai. Kedekatan emosional antara teman-teman dengan warga, mutlak diperlukan. Tujuannya untuk belajar pada masyarakat tentang kehidupan di sana. Pelajaran-pelajaran itu penting, agar kita bisa terinspirasi dan tahu apa yang harus dilakukan untuk memberdayakan warga.
Saya kira, ketika teman-teman mengenal lebih dalam tentang keberadaan komunitas-komunitas dan masyarakat. Niscaya, festival kampung Langai di tahun mendatang akan bisa merealisasikan konsep “pemberdayaan seni dan masyarakat”.
Mari kita, saya dan teman-teman, bersama-sam menciptakan budaya kreatif melalui kesenian. Menjalankan tugas kebudayaan, sebagai penggagas, pencipta, dan pengembang peradaban. Kita bangun mental anak muda yang mau berusaha (kerja), mau belajar, mau peduli, mau egaliter, dan mau menabung untuk mencukupi penyaluran ide/gagasannya sendiri.
Saya ingat, kata mas Aves untuk Situbondo, “seniman bersatu – Situbondo maju”. Satu-satunya harapan yaitu melalui kesenian, kita akan berkontribusi untuk Situbondo. Tabik. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar