Social Media Sharing by CB Bloggerz


a
a
a
a

Recent Posts
recent

My Boyfriend is Bob Ahjussi

            Oleh : Iblis Jelita
Huft…!
Selalu begini, sama seperti hari kemarin dan kemarin serta kemarinnya lagi. Bau asap rokok, aroma menyengat alkohol dan ruang berantakan. Percuma menggerutu, merutuk, mengumpat atau sekalipun melempar bakyak ke wajah pria-pria yang tengah tertidur pulas dengan posisi tak karuan. Di lantai, di tas sofa bahkan sambil duduk.
Oh My God…!
Pemandangan macam apa ini, masih pagi sudah sangat brutal?
Para pria kesepian, tua-tua keladi yang tak ingat usia. ABG tua mungkin, duda tepatnya. Mereka bertiga trio jablay, itu menurutku dan kenyataannya mereka memang kelompok laki-laki tanpa istri di usia yang sudah kepala empat. Mengenaskan bukan?
Tragisnya salah satu dari tiga orang tersebut adalah Appahku, ayah yang luar biasa sesat. Bayangkan saja, di rumah ini tak hanya ada mereka, ada aku yang masih berumur delapan belas tahun. Masih lajang, seorang gadis di bawah umur yang tak seharusnya menyaksikan pemandangan liar di pagi hari.
Mereka pikir aku masih anak TK, bocah ingusan yang akan diam saja melihat laki-laki dewasa bertingkah cabul. Terlalu kasar memang, tapi lihat saja. Telanjang dada, tidur dengan posisi layak sensor juga botol minuman keras berserakan. Dikiranya rumah ini pintu utama menuju Neraka, ayah yang sangat ‘bijak’.
Mungkin ingin memamerkan tato-tato di tubuh masing-masing, mau menunjukkan kalau tubuh mereka masih bagus di usia yang tak lagi muda. Sampai kapan mereka akan hidup kompak dalam kebrutalan ini? Apa akan datang para Ahjumma yang menerima ketiga Ahjussi ini sebagai suami? Entah…
Aku selalu berharap Appah bertemu wanita yang bisa menjadi Ammah, semua itu hanya harapan kosong mengingat dunia ayahku hanya seputar musik juga dua orang sahabat kentalnya. Trauma? Mana mungkin manusia macam Appah memiliki perasaan takut mengulang kegagalan, tapi kenapa hingga detik ini masih memilih melajang?
Dua sahabatnya pun mengalami nasib ironis serupa, bercerai hanya dalam hitungan jari. Ah, apa kehidupan pria dewasa sesederhana itu? Menikah dan bercerai, lalu aku adalah korban dari kesederhanaan pemikiran tersebut? Bukan, gadis malang ini hanyalah buah hasil hubungan di luar nikah.
“Queen sudah bangun?” sapaan Appah yang tampak menggeliat, mengerjap-ngerjap sambil mengarahkan pandangan padaku yang mematung di tengah ruang tamu.
No kiss, Appah. Bau…!”cegahku melihat Appah mendekat sambil mengenakan kaos abu-abu, tak digubris.
Ciuman mendarat di kedua pipi, menjijikkan.
“Kenapa bangun pagi, Sayang?” masih dengan tangan memegang pipi kanan Appahberujar, aku mengipas-ngipaskan tangan. Bau busuk, antara sisa alkohol kombinasi asap rokok.
“Menjauhlah, Appah!” aku mengusir orang tua tunggal yang hanya tersenyum, berjalan menuju dapur. Sejorok inikah hidupku, ya Tuhan?
“Berisik, Mulut Mercon. Masih pagi…!” teriakan drummer bawel yang kasar, sahabat Appahpaling kurus yang ditinggal pergi istrinya saat aku masih SMP.
Manusia keras yang selalu bersikap jahat padaku, memarahi saat telat pulang atau ke luar tanpa pamit. Jauh lebih sadis dibanding Appah yang jelas-jelas ayah kandung, layak dinobatkan sebagai ayah tiri. Suka mengatur hidup anak sahabatnya, kadang menyabotase peran Appah.
Pandanganku beralih pada satu orang lagi, apa dia juga terganggu?
Oups, objek yang dicari justru menjadikanku fokus pandang lebih awal. Tersenyum manis dengan tangan melambai, kemudian mengedipkan mata. Tentu saja aku salah tingkah, Ahjussi yang satu ini memang idola di atas idola. Duda keren yang sangat menggoda, berbeda dengan Ahjussisebelumnya.
Syuuuuut, aku menyukainya dan ini rahasia…!
Dia berdiri, meraih singlet hitam di atas meja dan berjalan menuju tempatku berdiri. Tanpa dikomando, aku tertunduk dengan sendirinya, pipi terasa panas. Mungkin saja sudah seperti kepiting rebus atau buah tomat siap panen, debaran di balik dada juga tak beraturan.
“Pagi, Manis…” suara khas Bob Ahjussi dengan tangan mengacak pelan rambut yang sudah capek-capek kusisir, tapi tak berani walau sekedar protes.
“Semesta tahu kalau aku manis…”
“Apa?” tiba-tiba wajah paman ganteng berada tepat di hadapanku, “kamu sedang mengumpat?” selidiknya masih tak menjauhkan diri, berbeda dengan Appah. Aku tak merasa jijik dengan aroma yang ke luar dari mulutnya, terlalu gugup atau sangat terpesona?
“Aku tidak sedang mengumpat, Ahjussi,” jawabku salah tingkah, perlahan mengangkat wajah dan pandangan kami bertemu dalam radius dekat.
Tak hanya aku yang tercekat, Ahjussi juga. Ini pertama kalinya tatapan kami bertemu sangat dekat di udara, bola bening yang teduh. Tak berkedip, ingin berlama-lama berada di posisi ini. Begitu damai, aku suka!
“Bob, sedang apa kau?” tiba-tiba Appah menyeruak dengan tangan masih menggosok-gosokkan sikat di mulut, masih saja bertingkah menjijikkan. Kenapa harus dia yang menjadi ayahku?
“Aku hanya memastikan kalau Queen sudah siap atau belum untuk kusunting,” jawaban yang terdengar aneh tanpa melepas pandangan dariku sebelum menarik tubuh dan membalikkan, “dia bahkan sangat manis, tak seperti Jalang Murahanmu,” setengah bercanda Ahjussi menimpali ucapan Appahyang hanya melayangkan tinju udara, paman ganteng hanya terkekeh.
“Ingat baik-baik, dia putriku yang berarti anakmu juga.”
“Aku ingat kalau dia anakmu, tapi aku lupa jika kita tak bisa merubah hubungan menjadi menantu dan mertua.”
Appahmelempar sikat ke arah Ahjussi yang sudah berkelit sambil terbahak, keributan pun tak terelakkan. Appah mengejar Bob Ahjussi, menginjak kaki Jerinx Ahjussiyang langsung mengaduh keras sambil memaki kedua sahabatnya. Mereka begitu kompak, tiga sahabat yang sudah seperti saudara kandung.
Apakah aku akan merusak persahabatan Appah dengan menyimpan perasaan terhadap paman ganteng?
Kenapa Bob Ahjussi, juga kenapa aku harus putri tunggal Eka? Perasaan macam apa yang tengah kurasa, terlarangkah? Apa Appahakan mengerti dengan sesuatu yang tengah disembunyikan oleh sang buah hati yang kurang ajar ini? Atau Bob Ahjussibisa menerimaku sebagai wanita bukan bocah yang selalu merengek untuk dibelikan permen kapas?
Persahabatan ketiganya lahir jauh sebelum aku ada, bahkan Ammah yang tak tentu rimba pun merupakan teman sekolah mereka. Paman ganteng yang menggendong, memandikan dan mengganti popokku di masa lalu. Apa aku jatuh cinta pada laki-laki yang seharusnya kuanggap ayah seperti Appah?
Bob Ahjussitipikal pria dewasa yang berjiwa muda, terlihat masih bugar dan keren meski usianya empat puluhan. Sementara aku masih delapan belas tahun, baru duduk di bangku kuliah dan sangat jauh jika berpikir bisa menjadi pendamping duda sahabat Appah. Mungkin aku sudah gila…!
Awalnya tak yakin jika ini benar-benar cinta, aku mengira perasaan terhadap paman ganteng hanya sebatas rasa sayang antara keponakan dan paman. Akan tetapi, sangat berbeda setelah semalam kami hanya berdua duduk di atas hamparan rumput sambil memandang Purnama. Aku tersadar jika sedang jatuh cinta pada sahabat Appah.
Aku mencintai Bob Ahjussi

Outsider
Sumber : vemale.com
“Buat aku, Ahjussi?” tak percaya dengan sodoran paman ganteng, dia hanya mengangguk sambil tersenyum memamerkan lesung pipi.
Senyum yang melelehkan hati, aku sangat senang.
Malam ini lagi-lagi hanya ada kami berdua, duduk di halaman depan menunggu Appahpulang bersama paman sadis. Duduk berimpitan tanpa suara, memegangi permen kapas yang masih terbungkus plastik. Makanan favorit langka yang akhirnya bisa kunikmati.
Ahjussikenapa pulang duluan?” untuk memecah hening tak nyaman diantara kami, aku berusaha mengajaknya berdialog.
“Aku memiliki alasan untuk pulang,” jawaban singkat dengan wajah serius menatap senar gitar, dia sibuk menyetel rupanya.
Ahjussi, apa Appah gak punya pacar?” aku bertanya karena benar-benar penasaran dengan masa depan ayah, bagaimanapun Appah harus menemukan pengganti Ammah.
“Kenapa bertanya padaku?”
Sebaiknya diam saja, daripada dijutekin terus. Mungkin paman ganteng sedang dalam suasana hati buruk, aku harus membiarkannya sendiri. Niat beranjak terhenti saat tangan Bob Ahjussi menyentuh pergelangan, menggelengkan kepala sebagai isyarat untuk tetap di tempat. Menurut patuh, kembali duduk bersama.
“Eka hanya ingin serius mengurus dan melindungimu, dia tak memikirkan hal lain. Appahmu melakukan semua yang terbaik untuk kebahagiaan masa depan sang putri tercinta, itu alasannya enggan menikah.”
“Alasan yang dibuat seindah mungkin, teman-temanku sering melihat kalian membawa perempuan masuk hotel.”
Tiba-tiba satu senar putus, om tampan mengaduh pelan membuatku tertawa.
“Apanya yang lucu?”
“Malu sama tato, Ahjussi. Senar doank…” ledekku sambil mengamati wajah Boby Kool, dia tampak benar-benar kesakitan.
Tanpa sadar meraih jemarinya, meniup pelan telunjuk yang memerah. Hati berdesir, kepala kami bersentuhan dan aku dapat mencium aroma tubuh Bob Ahjussi. Berbeda dengan wangi tubuh Appah, terasa nyaman.
“Aku gak apa-apa…!” Ahjussi menyentak tanganku hingga jemarinya terlepas, menghindari kontak mata. Apa aku kurang ajar?
Masih dalam keadaan bingung, kubuka bungkus permen kapas. Mulai menikmati manisnya, ingin sekali membenamkan wajah karena malu. Dia pasti berpikir macam-macam, sangat tolol.
Ahjussimau?” entah apa yang ada dalam otakku, masih saja selalu ingin berbicara dengan pria yang satu ini.
Menyodorkan hingga hampir menyentuh wajahnya, tak bergeming.
Apa dia marah, tindakanku sudah di luar bataskah? Atau Ahjussi mulai menyadari perasaan yang terpendam? Bagaimana jika dia tidak suka, pergi dari rumah ini dan yang lebih parah malah membenciku? Bagaimana jika itu terjadi?
Ah, berhenti berpikir macam-macam.
Sebaiknya aku menghabiskan permen kapas ini dan segera tidur agar otak bekerja dengan baik, bibirku menyentuh serat lembut permen kapas saat paman ganteng menolehkan wajah dan juga mendekatkan wajah. Hanya terhalang tumpukan permen, mata itu terpejam.
Nafasku seakan terhenti, apa maksud dari adegan ini?
Mata itu perlahan terbuka, pasti heran dengan bola mataku yang hendak melompat ke luar. Ada gerakan pelan dari tangan Ahjussi, menyentuh kepalaku dan membelai dengan lembut. Ketegangan berubah menjadi nyaman yang menentramkan, semoga waktu berhenti detik ini.
 “Alasanku ada di sini karena parasmu yang kurindukan…” kalimat yang sangat lirih, hampir tak terdengar. Namun, cukup meningkatkan laju jantungku.
Sekali lagi, tersenyum dan menatap lembut ke arahku. Apakah itu sebuah pengakuan? Atau dia sedang mengucapkan lirik baru dalam lagu terbarunya? Aku sangat berharap Bob Ahjussi juga memiliki perasaan padaku?
Ahjussijatuh cinta padaku?” tiba-tiba aku nekat menanyakan hal konyol tak masuk akal, memalukan.
“Aku gak bilang begitu…” entah kenapa kalimat ini semakin memberanikan diri untuk jauh lebih nekat, “kenapa kamu berpikir demikian?” tambah Bob Ahjussiyang tampak penasaran, mungkin saatnya mengakui perasaan terpendam.
“Apa aku salah, Ahjussi?” keberanian semakin berakar kuat melihat duda keren ini tampak salah tingkah,”bukankah Ahjussimulai memandangku sebagai wanita?”
“Berhentilah berkata konyol, sebaiknya pergi tidur setelah kamu menghabiskan permen kapas itu!” nadanya sedikit meninggi, tapi bergetar berat dan aku menangkap keanehan di gelagat tak biasa yang mencoba meninggalkanku.
Ahjussi…!” aku menahan lengan bertato dan tubuh itu tak bergerak, “aku melihatnya, Ahjussi…” tambahan ini diiringi dengan gerakan tubuh mendekat, perlahan aku sudah berdiri di hadapan paman tampan yang mencoba membuang wajah.
Aku mencegahnya, menarik pipi kanan Ahjussi hingga mata kami bertemu.
“Tuhan menciptakanmu dengan rahasia Braille di dalamnya, harus buta dulu untuk bisa melihat keindahannya. Meski ada cinta dan kerinduan di ujung semesta hatimu, tunggu sampai aku lumpuh agar bisa mencapainya,” sambil berujar demikian, dia melepas tanganku dan perlahan mundur tanpa melepas pandangan.
“Tapi, ga perlu tuli untuk mendengar pengakuanku!” dengan tegas aku berujar saat tubuh itu berbalik, “aku jatuh cinta pada Ahjussi…” pengakuan yang meluncur lancar, rasanya beban berton-ton lepas dari pundakku.
Tanpa sadar air mata jatuh, antara takut kehilangan serta rasa lega.
“Jangan gila, Queen. Aku Ahjussi sahabat ayahmu, kita beda generasi dan…”
Kalimat itu terhenti dengan pelukan tak terduga dariku, tak peduli resiko yang akan terjadi. Aku hanya ingin memeluk Ahjussi sahabat Appah, menyentuh tubuh pria yang kucintai sepenuh hati. Menghirup aroma tubuhnya lebih dekat, seperti sekarang ini.
Diam, tanpa reaksi. Namun, juga tak ada penolakan.

Outsider

 “Di dalam persahabatan dan cinta ada ruang untuk antara, aku berada di sana bersamamu. Haruskah aku terjatuh dalam genangan bernama cinta?”
Aku mengerti maksud perkataan Ahjussi, Appah adalah alasan.
Aku tak terlalu kecewa, Bob Ahjussi tak membenciku karena pengakuan cinta. Walaupun mencoba menghindar, Om ganteng masih tinggal di rumah ini. Tak apalah, selama radarku masih menangkap sinyal dia baik-baik saja, sudah sangat melegakan dan membuat batin damai.
Tanpa menunjukkan gelagat aneh setelah penolakan malam itu, begitu pula denganku yang tetap bersikap wajar di hadapan Appah. Jerinx Ahjussi melahap makan malam tanpa menghiraukan bunyi pesan masuk di ponsel Android miliknya, Appah juga serius menikmati masakan yang kami pesan satu jam lalu. Sementara Bob Ahjussi?
Dia justru menyandarkan tubuh dengan tangan memainkan HP, tak menyentuh makanan serta mengacuhkanku. Setelah malam pengakuan, ini kali pertama kami bertemu dan duduk bersama. Apa hanya aku saja yang tersiksa atas kejadian malam itu? Lalu, kenapa Bob Ahjussi bersikap seolah-olah juga terluka dan menjadikan Appah sebagai alibi penolakan?
 “Appah, aku ingin mengatakan sebuah pengakuan…” dengan kesal kulempar sendok hingga menimbulkan bunyi dentingan, lirikan mata menangkap gelagat paman tampan terhenyak.
“Pengakuan?”
“Kenapa, kamu hamil?” pertanyaan cabul dari Jerinx Ahjussi tanpa rasa berdosa, menghentikan aksi makannya dan turut memperhatikanku.
Gelengan pelan Bob Ahjussi yang mengerti arah pembicaraan membuatku tersenyum sinis, apa dia akan tetap bungkam dan membiarkan aku membongkar rahasia hati pada Appah? Kita lihat saja reaksi sang vokalis band punk rock ini, beranikah pria bertato mengakui kebenaran perasaannya?
“Lebih dari kehamilanku, ini tentang laki-laki yang aku cintai.”
Bob Ahjussiterbatuk, sebenarnya aku ingin tertawa melihat raut wajah panik yang tak biasa.
“Pria bodoh mana yang membuatmu jatuh cinta?” interogasi Jerinx Ahjussi, kembali mataku mencuri pandang ke arah objek pembicaraan yang tampak mengambil air dan menghabiskannya sekali teguk.
“Bagaimana menurut kalian jika aku jatuh cinta pada duda seperti Ahjussi-Ahjussi ini?”
“Kamu masih delapan belas tahun, untuk apa menyukai pria berumur macam kami?!” sentakan yang menciutkan nyali, apa aku bisa bersatu dengan Bob Ahjussi jika Appah semarah ini?
“Kenapa Appah marah, ga suka aku jatuh cinta?” balasku kesal sambil berdiri, “Appah dan dua Ahjussi ini yang membuat pola pikirku sesat, jangan salahkan jika tiba-tiba aku jatuh cinta pada salah satu dari kalian!” tegasku sembari menghentakkan kaki dan pergi ke luar, terdengar suara Appah memanggil. Aku tak peduli…!
Kesal dengan anugerah yang Tuhan berikan, kenapa harus Bob Ahjussi?
Aturan macam apa yang melarangku jatuh hati pada sahabat Appah, siapa yang membuatnya? Air mata yang tak terbendung, menangis sesegukan seorang diri sambil terus berlari menjauh dari rumah. Menyusuri trotoar tanpa tujuan yang jelas, aku benci Appah juga Ahjussi yang kucintai.
Auwch…!
Kenapa harus tersungkur segala, benar-benar nasib sial. Lutut dan pergelangan kaki terasa sakit, siku juga perih. Namun, hati jauh lebih menyesakkan. Bob Ahjussi jahat, membiarkanku terombang-ambing seorang diri. Apa hatinya sudah di Neraka?
Aku salah, Bob Ahjussi tak sekejam itu…!
Dia tiba-tiba sudah menyentuh lengan, menarik pelan dan meniup goresan di siku. Apa lagi ini? Om ganteng mengejar hingga kemari, apa Appah yang menyuruhnya untuk membawaku pulang?
“Aku ga mau pulang…!” sungutku masih sesegukan menghentikan aksi Bob Ahjussi, dua bola bening itu beralih dari siku dan terarah pada wajah.
“Kenapa nekat, apa ingin mati di tangan Appahmu?” pertanyaan pelan dengan tatap lembut ini disertai dengan belaian lembut di kepala, entah apa maksud dari tindakannya. Mungkin ingin menghibur agar aku berhenti menangis serta mau diajak pulang.
“Aku hanya…”
“Seharusnya biarkan aku yang dibunuh Appahmu,” Bob Ahjussi memotong perkataanku dengan senyum manis terbaiknya, “”lain kali jangan lakukan hal yang membuat jantung berhenti berdetak, berhentilah membuat Ahjussi ini cemas dan jangan bertingkah layaknya wanita dibanding bocah karena hanya akan membuat pria brengsek ini semakin mencintaimu…”
Rasanya siksaan kesakitan juga perih lenyap seketika, nyatakah ini?
 “Ahjussi jatuh cinta padaku?” tanya penuh antusias yang hanya direspon dengan sentilan cukup keras di kening, “sakit, Ahjussi…” rengekan tanpa amarah sedikitpun, om ganteng mengacak rambutku dengan gemas.
“Aku akan menjawabnya di depan Appahmu, sekarang kita pulang,” timpalnya sambil meletakkan tubuhku di kedua tangannya, “mungkin aku akan benar-benar dibunuh oleh Appahmu, tapi demi wanita yang menyebalkan akan kulanggar kode etik. Sial, ini pembunuhan karakter dan kamu harus bertanggung jawab atas kegilaan ini,” lanjut Ahjussi yang sudah melangkahkan kaki seraya membopong tubuhku, aku hanya tersenyum senang dengan mengalungkan tangan di lehernya.
“Kalau begitu turunkan aku, Ahjussi…!” perintah yang membuatnya heran, tapi tetap dipatuhi dengan menurunkan tubuhku yang sudah berdiri berhadapan.
Tanganku masih melingkar di lehernya, Ahjussi juga meletakkan indera peraba di pinggangku. Kami bertatapan sambil tersenyum, kakiku berjinjit untuk memberikan kecupan lembut. Namun, Ahjussimenutup bibirnya dengan punggung tangan sambil menggeleng, aku hanya tertawa dan tetap melanjutkan niat. Aku mencium telapak sahabat Appah penuh ketulusan, sesaat mataku terpejam. Bibir kami hanya terhalang tangan.
Appahmu akan mencincangku hidup-hidup,” setelah berujar demikian, kecupan lembut di kening mendarat dan pelukan hangat aku dapatkan.
Akhirnya, My Boyfriend is Bob Ahjussi…!

Gelar baru sebagai kekasih Boby Kool, entah apa yang akan Appah lakukan pada kami setelah ini. Tak ada yang salah, setiap manusia berhak jatuh cinta pada siapapun selama Tuhan menghendaki. Menentang hati sama halnya melawan takdir, kehendak Sang Penguasalah yang berperan. Dan cinta tetaplah yang terindah, bahkan untuk insan beda generasi.
Redaksi

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.