Kisah Ratu Laba-laba dalam Cerita Sarelgaz

Oleh : Kiswatul Latifah

(Radar Madura, 5 Januari 2015)

Tiba-tiba aku merindukan pacarku yang suka menulis cerita pendek. Namanya Raga. Baru-baru ini ia menerbitkan buku yang judulnya diambil dari sepenggal kisah yang pernah diceritakannya padaku. Sarelgaz. Aku begitu senang pada cerita itu. Sampai beberapa waktu kemudian, Sarelgaz menjadi menu wajib yang mesti kumakan sebelum tidur, terutama saat kurindukan pacarku.
Lalu, pada satu malam, kebetulan malam Jum’at, aku bertemu dengan sosok laba-laba raksasa yang menjerat Sarelgaz selama bertahun-tahun. Ratu laba-laba itu benar-benar mengerikan seperti yang digambarkan pacarku dalam kisahnya.
Aku terkesiap. Laba-laba itu mendekat ke arahku. Aku tak dapat menghindar sebab malam itu kutemui jalan buntu yang mengerucut di bagian ujung. Aku tersudut. Satu-satunya cara yang kupilih adalah pasrah.

“Kau, bukankah kau laba-laba yang menangkap Sarelgaz?” kuberanikan diri untuk menyapa laba-laba raksasa itu.

Sang ratu laba-laba itu diam. Hanya mengedipkan mata sekali saja, kemudian menatapku lagi. Sejujurnya aku takut. Tetapi rasa penasaran lebih mengerumun dalam hatiku, karena dalam cerita Sarelgaz, laba-laba itu tak memberikan alasan kenapa ia menahan lelaki itu lama sekali.

“Benar ‘kan? Kau pasti laba-laba itu. Aku ingat betul ciri fisikmu. Ke mana Sarelgaz? Kenapa kau menjeratnya begitu lama? Katakan padaku? Biar aku yang menjemput Sarelgaz dan mengantarkannya pada Cartesia, kekasih yang telah lama menunggunya.”

Laba-laba itu masih saja diam. Ia bisa saja mengira aku banyak bertanya. Ia mendekati wajahku, seolah menciumi aroma keringat yang menguar sebab aku ketakutan.

“Cepat katakan laba-laba sialan! Di mana kausembunyikan Sarelgaz?”
Aku mulai berani membentaknya. Setelah kupikir-pikir, ia tak semenakutkan seperti yang diceritakan pacarku. Bila saja kau bertemu dengannya, ia lebih mirip laba-laba yang kelelahan, entah karena kelelahan menunggu atau kelelahan sebab alasan lain. Ia mirip seorang ibu yang kehilangan anak-anaknya. Wajahnya sendu. Meski ukuran tubuhnya sangat besar, Nampak bahwa ratu laba-laba itu justru sangat lemah dan tak mampu membawa tubuhnya.

“Kau benar-benar tak ingin menjawab? Tahukah kau bahwa Cartesia masih menunggunya?”

“Hei, jawab aku!” bentakku lagi. Laba-laba itu perlahan mundur.

“Mau ke mana? Tunjukkan aku tempat di mana kaujerat Sarelgaz!” Kali ini aku sedikit memaksanya.

“Kau bawel sekali. Pantas saja pacarmu belakangan ini menghindarimu.” Laba-laba itu bicara. Aneh sekali. Padahal, ia dikisahkan untuk tak sekalipun mendapat percakapan dalam cerita pendek. Mungkinkah karena kali ini aku yang menulisnya? Jadi kupikir ia perlu mendapat beberapa dialog agar tak terkesan bisu. Tapi yang membuatku merasa lebih aneh, kenapa laba-laba itu bilang pacarku menghindariku? Apakah Raga benar-benar menghindariku? Tiba-tiba aku ingin menanyakan padanya tentang apa yang dikatakan laba-laba tadi. Nanti saja. Akan kutemui Raga nanti.

“Kenapa? Kau heran karena aku bisa bicara? Atau, kau lebih ingin bertanya kenapa kukatakan pacarmu menghindarimu?” Lantas ratu laba-laba itu tertawa sekeras-kerasnya. Lantang sekali.

“Tidak. Aku tetap ingin menanyakan di mana Sarelgaz. Kaupikir aku akan terperangkap dalam omonganmu? Haha… Tidak. Tidak sama sekali.” Jawabku menutupi kebenaran.

“Benarkah? Hm… Berarti dugaanku salah. Kupikir kau akan melupakan pertanyaanmu tentang Sarelgaz.”

“Di mana Sarelgaz? Bisakah kaukembalikan ia?” Laba-laba itu menggeleng.

“Kenapa tidak bisa?”

“Sebab ia kekasihku,” jawabnya.

Kekasihnya? Seekor laba-laba punya kekasih manusia?
Maka dalam waktu beberapa menit, tidak lama menurutku, laba-laba menceritakan kronologi dari peristiwa kenapa sampai Sarelgaz menjadi manusia dan jatuh cinta pada Cartesia.

Alkisah, Sarelgaz adalah kekasih ratu laba-laba, yang kuketahui namanya adalah Spiderwinny. Nama yang kurasa cukup lucu. Sarelgaz adalah takdir yang diperuntukkan baginya untuk menjadi raja di negeri laba-laba. Akan tetapi, keadaan di negerinya sudah lama mengalami paceklik. Para rakyat yang semuanya adalah laba-laba, mulai dari laba-laba yang tinggal di rumah-rumah dan membentuk sawang, sampai laba-laba berperut gendut yang beracun, mengalami kelaparan. Negeri laba-laba kalah dalam peperangan melawan negeri belalang. Semua harta mereka dirampas dan dikuasai. Syukur wilayah mereka dibebaskan untuk tetap ditinggali. Sebab, wilayah itu amat gersang dan tak menguntungkan.
Salah seorang rakyat jelatah, laba-laba miskin yang bertambah miskin akibat perang terebut, mengatakan bahwa harus ada seorang raja yang rela menjadi manusia selama beberapa waktu dan mendapat cinta dari gadis yang bernama Cartesia. Gadis itu, di masa lalu, adalah penyihir tersohor yang bisa dengan mudah mengubah nasib seluruh negeri. Tetapi kini, ia membuang semua ilmu sihirnya dan memutuskan untuk menjadi gadis biasa. Satu-satunya kekuatan besar yang tak dilepasnya adalah cinta sejati. Bila cinta sejati itu diperoleh oleh seorang pria, maka negeri yang menjadi tempat tinggal si pria seketika akan terbebas dari penderitaan.
Oleh karena itu, Sarelgaz bersedia menjadi manusia demi membebaskan rakyatnya dari kelaparan dan kemiskinan. Namun, ada satu hal yang lupa disampaikan oleh laba-laba miskin tadi, bahwa saat Sarelgaz menjadi manusia, seketika ia akan lupa jati dirinya. Lupa asal usulnya. Lupa misinya. Jatuh cinta pada Cartesia haruslah menjadi peristiwa natural di mana pria biasanya memperjuangkan cinta sejatinya. Dan, Sarelgaz, dalam kisahnya, memang memperjuangkan apapun demi memperoleh cinta Cartesia.

“Lalu? Dari mana kautahu bahwa Cartesia telah memberikan cintanya pada Sarelgaz?” tanyaku pada Spiderwinny.

Cartesia adalah seorang penyihir. Meski kini ia telah menjadi manusia, tetapi saat hatinya benar-benar jatuh cinta, bola matanya akan berubah warna cokelat keemasan. Dapat kulihat matanya begitu cokelat dan berkilauan saat ia menangis, menanti kedatangan Sarelgaz di stasiun Sukacinta. Sejak saat itu rakyat negeri laba-laba bersorak kegirangan. Kami akan terbebas dari kesengsaraan, kelaparan, dan kemiskinan. Lalu, kuputuskan untuk membuat alasan dalam cerita, dan menjemput kembali rajaku Sarelgaz untuk kembali ke negeri laba-laba. Kami berniat memipin kerajaan kami selamanya. Bersama sehidup semati seperti janji pasangan kebanyakan.

Sampai kemudian Sarelgaz datang ke gua, kujerat kekasihku itu dengan jaring laba-laba yang lengket, agar ia tak dapat melarikan diri dan kembali pada Cartesia. Tapi keinginannya begitu pekat, ia tetap ingin kembali. Aku makin menjeratnya sampai Sarelgaz tak dapat bergerak, ia hanya berayun-ayun mirip anak kecil yang main ayunan di taman kanak-kanak. Wajahnya makin hari makin murung. Sesekali ia menangis dan menyebut nama Cartesia. Aku prihatin. Tentu saja kasihan meski juga merasa sakit hati. Sakitnya tuh di sini (ratu Spiderwinny menunjuk tepat di titik simetri tubuhnya).

“Sebentar. Rupanya lagu dangdut juga terkenal di negerimu?”

“Lagu itu menjadi sangat populer sebab semua rakyat sakit hati dengan kisah cinta Sarelgaz dan Cartesia.”

Aku tersenyum. Sekaligus prihatin. Tapi aku lebih memilih sedikit cekikikan sebab laba-laba ternyata juga menyukai lagu dangdut.

“Lalu, bagaimana kelanjutan ceritamu tadi?” aku bertanya.
Spiderwinny murung, “entahlah. Aku berniat untuk memohon agar Cartesia membujuknya untuk kembali ke negeri laba-laba. Sudah bertahun-tahun kami menunggunya kembali sekadar ingin merayakan kebebasan dari kemiskinan dan kelaparan. Merayakan kemakmuran negeri kami. Tanpa ia, aku bukanlah seorang ratu.”

“Bisakah kau membantuku?” lanjutnya.

“Apa aku bisa membantumu? Memang apa yang bisa kulakukan?”

“Katakan pada pacarmu, izinkan aku bisa bicara dalam cerita pendeknya.

Setidaknya izinkan aku meminta Cartesia untuk merelakan Sarelgaz, dan membujuknya untuk kembali menjadi kekasihku. Hanya Cartesia yang bisa menyadarkannya.”

“Apa?” aku terperangap. Kupikir kisah Sarelgaz hanyalah karya tulis pacarku. Takkan ada pengaruhnya pada tokoh-tokoh yang diciptakannya sendiri.

“Kumohon!” pinta laba-laba lagi. Matanya kini mirip genangan air.
***

“Sayang, bangun, sayang, kau harus makan dan minum obat.”
Pacarku membangunkanku. Raga datang membawa semangkuk sup hangat.

“Bagaimana keadaanmu? Apa demamnya masih tinggi?”

“Kupikir tidak,” jawabku.

“Syukurlah. Ayo makan. Kusuapi ya?” ia tersenyum. Ah, betapa tampannya pacarku lebih-lebih ia begitu perhatian saat aku sedang sakit. Kunikmati semangkuk sup hangat yang dibawanya. Rasanya enak. Seperti perasaan sedang jatuh cinta. Raga memang selalu bisa membuatku jatuh cinta setiap hari.

“Kau tadi mengigau. Kausebut-sebut nama Sarelgaz. Apa kau bermimpi?”

“Benarkah?” jawabku.

“Hm..,” ia mengangguk. “Kupikir sebaiknya kau hentikan membaca cerita Sarelgaz sebelum tidur. Ganti saja dengan membaca ceritaku yang lain. Toh itu hanya kisah laba-laba yang menjerat seorang pria. Bukan kisah patah hati.”

Rupanya tadi hanya mimpi. Tapi ratu laba-laba seperti benar-benar ingin aku menolongnya. Ia patah hati. Apakah masuk akal bila kukatakan pada penulisnya? Pasti pacarku akan menertawakanku dan bilang bahwa itu karena aku terlalu sering membaca karya-karyanya yang hanya sebatas hasil imajinasi.
Entahlah. Aku bimbang. Hendak kuceritakan mimpiku atau tidak.

Sarelgaz adalah cerita pendek karangan Sungging Raga dalam kumcernya yang juga berjudul “Sarelgaz”.

• Twitter
• Facebook
• Google
• Tumblr
• Pinterest