Oleh : Ahmad Zaidi
Saya tegaskan, tulisan ini
adalah bentuk kelanjutan dari buah kepekaan kawan saya, Moh. Imron, tentang
kasti tradisional yang diposting di blog ini sebelumnya. Seperti
lazimnya suatu kelanjutan, maka saya hanya menambahkan dan mungkin mengulang
apa yang pernah disebutkan oleh Moh. Imron.
Baiklah, langsung saja.
Kasti. Adalah suatu olahraga
tradisional yang belakangan santer menjadi topik pembicaraan mengalahkan
isu-isu politik terkini. Entah, sejak kapan dan siapa pencetus pertama olahraga
rakyat ini. Yang jelas, meski bukan olahraga resmi, keberadaan kasti telah
menjadi sarana hiburan menarik
bagi sebagian masyarakat. Tidak percaya? Jika sempat, cobalah sekali-kali
mengunjungi pertandingan kasti. Lalu lihat, hitung bila perlu, berapa jumlah
penontonnya, teliti lebih lanjut usia para pemainnya. Dan jangan salahkan saya
apabila euforia, keriuhan serta fanatisme pendukung membuat anda terkesima
sehingga ingin kembali lagi. Lagi. Dan lagi.
Sampai di sini, apakah anda
tertarik untuk datang menonton pertandingan kasti?Jika belum, akan saya
tambahkan.
Ibarat luka yang belum
sembuh, perhelatan pemilihan pilkada tempo lalu masih menyisakan serpih-serpih
kenangan juga bibit perpecahan di masyarakat. Kasti, hadir sebagai penyembuh.
Atau perban yang membalut perpecahan dalam sebuah ikatan emosional. Atau, bisa
saja kasti diibaratkan obat untuk suatu penyakit. Kawan saya yang satunya,
Yudik Wergiyanto, barangkali akan lebih mengumpamakan sebagai mantan daripada
luka. Karena luka bisa saja sembuh-tak berbekas, namun mantan akan selamanya
kita ingat. Saya jadi menyimpulkan, bahwa mantan dan politik memiliki suatu
kesamaan. Yakni sama-sama merepotkan. Dengan tanda kutip, 'bagi mereka yang
belum siap dilupakan'.
Bagi seseorang semacam saya,
hal itu tidak berlaku. Walaupun, terus terang, saya tidak tahu, politik itu
berjenis kelamin apa. Bila anda tahu, bolehlah kapan-kapan beritahu saya. Hehe
Oke. Kembali lagi pada
pembahasan di awal. Kasti.
K-a-s-t-i. Kasti. Ada tiga
hal yang diperjungkan dalam permainan ini. Kehormatan, kerjasama dan
kemenangan. Sebenarnya ada banyak, tapi saya sebutkan tiga saja, ya.
Kehormatan
Kita tahu, kehormatan adalah
hal yang paling dijunjung tinggi oleh bangsa ini. Jika tidak, maka tidak akan
ada yang namanya kemerdekaan, tidak akan ada para pahlawan. Dalam kasti,
kehormatan adalah milik mereka yang bermain sportif. Tidak mengapa kalah,
selama tidak rusuh, tidak bermain kasar, kita tetap dihormati. Kita boleh saja
lupa siapa pahlawan, tapi merah putih harus tetap kita kibarkan di tiang-tiang
ingatan. Itulah kehormatan. Semoga saja, nanti,di setiap lapangan kasti akan
dikibarkan bendera merah putih.
Kerjasama
Tidak perlu dipertanyakan
lagi. Bahwa dalam setiap permainan tim dibutuhkan kerjasama apik antar-pemain.
Itupun belum menjamin akan menang-tidaknya suatu tim. Saya kira, anda pasti
paham apa kerjasama itu. Jadi tidak perlu diperjelas lagi.
Kemenangan
Kemenangan, adalah tujuan
dari setiap pertandingan. Adakah di antara anda sekalian yang
relabertandingdemi kekalahan. Saya rasa tidak ada. Semua ingin menang. Semua
ingin bahagia. Bukankah sejarah milik penguasa? Sedang penguasa adalah para
pemenang. Jadilah pemenang, lalu ukir sejarahmu. Barangkali demikian pesan
tidak langsung dari pencetus olahraga ini.Makanya, dalam permainan kasti semua
ingin menang. Melalui sebuah persaingan.
Tak jarang, untuk hal ketiga
ini, biasa diwarnai dengan perkelahian seperti dalam sinetron Anak Jalanan turnamen
beladiri.
Terakhir, untuk mengetahui
sosio-kultural masyarakat Situbondo melalui olahraga kasti ini. Sebaiknya, anda
menonton langsung. Bukankah lebih baik mengetahui dengan mata-kepala sendiri
daripada memperoleh dari sumber tidak jelas macam saya?
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar