Akhir-akhir ini daya
ingat saya seperti menurun cukup drastis, tidak tahu apa sebabnya. Barangkali
akibat waktu istirahat yang tidak teratur, atau dari saking banyaknya rencana
yang belum sepenuhnya terlaksana, macam pejabat. Namun saya bukan mereka.
Maka dari itu, saya
menuliskan ini dengan segenap ingatan yang tersisa. Sebelum badai lupa
mengukuhkan kekuasaanya di kepala.
Jadi begini, meminjam
pembuka yang saya baca dari tulisan Mas Sungging Raga.
Waktu itu saya ditraktir
ngopi oleh Mas Imron. Ngobrol seputar--untuk tidak menyebutnya
berputar-putar--perkara remeh-temeh hingga hal-hal yang dipaksakan serius. Di
antara topik obrolan kami, ada beberapa yang saya buang. Beberapa lainnya saya
simpan, salah satunya adalah keinginan luhur Mas Imron untuk meningkatkan daya
baca masyarakat Situbondo, melalui Lesehan baca.
"Sekaligus nanti kegiatan
ini akan menjadi agenda KPMS." imbuhnya.
"Konsep kegiatannya
bagaimana, Mas?" Saya bertanya.
"Tidak usah pakai
konsep. Kita ke Alun-alun gelar tikar, duduk manis, pajang buku-buku yang
ada."
"Segerakan,
Mas."
"Ya. Harus!"
Saya sambut hal itu
dengan penuh harap, agar segera terlaksana dan bisa menjadi bagian dari
kegiatan tersebut. Saya menunggu. Tapi tidak seperti menunggu seseorang yang...
entahlah. Penantian saya kali ini berujung kepastian.
Singkat cerita, beberapa
bulan setelah traktiran tadi, tepatnya pada sabtu malam tanggal.. duh, saya
lupa! Mas Imron menggelar Lesehan baca di depan Pendopo Alun-alun Situbondo.
Waktu itu stok buku masih terbilang sedikit, sembilan kalau tidak salah. Namun
hal itu tidak menyurutkan niatan yang belum tentu dilaksanakan oleh kaum plat
merah. Plat Merah, saya tegaskan. Maklum saja, pekerjaan mereka menguras banyak
sekali tenaga dan waktu. Jadi
tolong, mengertilah!
Hari berlanjut hingga
sabtu malam berikutnya, beruntung saya bisa hadir di tengah-tengah persiapan,
dari membawa buku, juga menunggui Lesehan baca sampai selesai. Di hari tersebut
jumlah buku bertambah beberapa.
"Mas, bukunya dapat
dari mana?" Saya bertanya, penasaran.
"Ada yang
menyumbang. Donatur."
"Mereka tahu dari
mana, ada Lesehan baca?"
"Saya unggah fotonya
di fesbuk."
Saya hanya mengangguk
takjub. Benar kata Yudik Wergiyanto, kalau Mas Imron salah satu seleb fesbuk di
Situbondo--untuk tidak menyebut satu-satunya dan Mas Imron di serang seleb
lainnya. Saya yakin sekaligus paham bahwa Yudik bisa juga serius dan jarang
main-main, termasuk dalam urusan mencintai.
Tidak disangka, dukungan
terus berdatangan. Hal ini dapat dilihat dari orang-orang yang ikut
menyumbangkan buku, seperti Mas Sufi, Yudik, Mas Uwan, Raisa, Mbak Agustina,
dan lainnya yang--maaf--tidak saya sebutkan.
Semakin hari, jumlah
buku terus bertambah dan Mas Imron lebih semangat. Semoga Situbondo menjadi
lebih maju, dengan diangkatnya belio sebaga duta baca atau minimal Kepala
Disparbudpora.
Tapi sepertinya Mas
Imron akan lebih memilih hidup sederhana dan bahagia di kota yang dicintainya
ini. Sesederhana, sebahagia, cara belio mengenang jasa para mantannya.
NB: Kegiatan ini didukung oleh: B-Gezhi, Si
Ponsel, Slank Fans Club Situbondo, Backpacker Situbond, Gerakan Situbondo
membaca dan juga komunitas-komunitas lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar