Oleh
Lutfi Kurniawan
Sekarang
sudah pukul 11:32 pm. Tahu apa artinya ini? Tengah malam? Iya benar—hampir. Ini
sudah hampir tengah malam dan aku sedang muak mendengarkan radio yang pembawa
acaranya terlalu banyak bicara. Laki-laki. Dia laki-laki dan aku pernah bertemu
dengan orangnya dua kali.
Aku
mendengarkan siaran yang dinamakan ‘curhat galau’. Nama yang menjijikkan. Sama
menjijikkan dengan setiap ucapan yang dilontarkan aneh dan terkesan tidak
penting. Sayangnya selama hampir setengah jam lebih aku bertahan mendengar
suaranya mati-matian dengan earphone warna merah.
Laki-laki
itu masih berbicara. Laki-laki itu menggebu-gebu di malam-malam buta. Laki-laki
itu masih punya banyak tenaga di malam-malam seperti ini. mungkin sudah
bertahun-tahun dia begini. Aku tidak tahu. Aku baru kebosanan di dalam kamar
karena menunggu kantuk. Kantuk tak datang-datang juga.
Laki-laki
itu masih banyak berbicara. Laki-laki itu terus berbicara dengan bahasa yang
aneh, menurutku. Aku muak dengan laki-laki itu karena masih saja berbicara dan
mengganggu telingaku. Dan sayangnya aku tidak memindah chanel di saluran yang
lain. Aku masih bertahan dengan kemuakan suara laki-laki itu.
Aku
benci karena dia masih berbicara tidak penting. Dia berbicara tentang cinta
yang menurutku dia tak mengerti tentang cinta. Dia berbicara tentang perasaan
yang sama sekali dia tidak merasakan. Dia berbicara tentang solusi yang
sebenarnya menyalahkan solusi itu sendiri. Dia berbicara dan terus berbicara.
Aku
tahu laki-laki itu. Dia munafik. Dia berbicara tentang halal dan haram. Dia
berbicara tentang perkawinan. Dia berbicara tentang mantan pacar yang beristri.
Dia masih saja berbicara. Aku bosan. Aku muak. Aku benci suaranya karena masih
terngiang-ngiang di telingaku. Tapi sayangnya aku tidak memindah chanel. Aku
masih bertahan dengan suaranya yang memuakkan itu.
Tidak
hanya laki-laki itu yang suka berbicara. Banyak orag juga suka berbicara. Ibuku
suka berbicara panjang lebar. Saudaraku juga suka berbicara panjang lebar.
Tetanggaku suka berbicara tentang tetangganya. Mereka bergosip sesama ibu-ibu.
Lalu menanggapi dengan panjang lebar dengan ekspresi yang dibuat-buat.
Teman-temanku juga suka berbicara. Mereka suka sekali menasehatiku. Mereka juga
sering menceramahiku seolah-olah aku adalah binatang bodoh yang berak
sembarangan.
Banyak
orang yang suka berbicara. Semua orang suka berbicara panjang lebar. Semua
orang suka berbicara hal tidak penting. Semua orang suka berbicara dengan orang
tidak dikenal. Semua orang ingin berbicara panjang lebar.
Kecuali
aku yang tidak bisa berbicara panjang lebar. Aku tidak bisa berbicara banyak
dengan orang lain. Aku tidak bisa menanggapi pembicaraan orang lain dengan
baik. Aku bodoh. Aku merasa bodoh sendiri.
Aku
ingin bisa berbicara seperti mereka. Seperti kebanyakan orang yang bisa meraup
uang banyak karena bisa berbicara. Banyak orang yang bahagia karena mereka bisa
berbicara. Mereka melakukan promosi kepada orang lain. mereka mempromosikan
dirinya untuk dirinya sendiri. Aku juga ingin.
Aku
muak! Aku benci! Aku hanya seonggok tahi kucing besar yang bau. Semua orang
menjauh. Semua orang tidak ingin dekat-dekat. Mereka bahkan mengambil sekrup
lalu disekrup setumpuk pasir dan ditindih di atas tubuhku. Hilang sudah bau
yang mengganggu hidung mereka. Aku juga bukan pemandangan yang elok. Aku membuat
mereka tidak nafsu makan.
Aku
tidak bisu. Aku hanya tidak bisa menjelaskan dengan baik apa yang kupikirkan.
Apa itu salah? Dan hampir semua orang yang kuajak berbicara selalu salah
prasangka. Semua orang yang aku ajak bicara selalu mengartikan lain. Untuk itulah
aku diam. Aku memilih untuk diam daripada membuat orang salah paham.
Aku
muak karena laki-laki itu masih saja berbicara. Aku muak karena acaranya belum
berakhir. Tapi sayangnya aku tidak mengganti chanel. Aku masih bertahan dengan
suara laki-laki yang memuakkan itu. Lalu aku berpikir, siapakah yang munafik?
Aku? Atau laki-laki yang masih saja berbicara di radio itu.
Menjijikkan!
Siapa yang menjijikkan? Entah. Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menjawab apapun
dan siapapun.
Aku
benci dengan orang-orang yang pandai bercakap-cakap. Aku benci dengan mbak-mbak
atau mas-mas MLM saat mereka mempresentasikan produk mereka kepadaku dengan
panjang lebar dan membuat hatiku terketuk untuk bergabung dengan MLM yang
mereka geluti.
Aku
muak dengan petugas bank yang bisa menjelaskan dengan panjang lebar ketika aku
menanyakan hal kecil. Aku pernah bertanya tentang bagaimana cara
berinvestasi—camkan itu, aku hanya bertanya. Lalu mereka mengeluarkan selembar
kertas sambil mencorat-coret dan menjelaskan dengan rinci segala hal yang
diketahuinya. Belum lagi senyumya selalu menawan—perempuan. Tidak hanya
mengeluarkan kertas, tapi dia juga mencatat namaku beserta nomor ponselku. Lalu
mereka membuat rincian perencanaan masa depan untukku 20 tahun ke depan.
Setelah beberapa minggu petugas bank itu menghubungiku lewat ponsel dan
bertanya kapan aku akan mulai berinvestasi. Dan tidak hanya sekali, lebih dari
dua kali. Lalu terakhir aku menjelaskan kalau aku tidak punya penghasilan untuk
berinvestasi dan ternyata itulah akhir dari hubunganku dengan petugas bank itu.
Dia tidak lagi ingin berhubungan denganku karena masa depan yang suram.
Aku
cemburu dengan para SPG di mall-mall yang dengan manis mempromosikan produk
mereka. Ada pakaian, sepatu, perabotan rumah tangga dan banyak lagi.
Aku benci.
Aku tidak bisa berbicara seperti mereka. Aku benci dengan para motivator. Aku
benci dengan para penyiar radio. Aku benci dengan semua orang yang senang
berbicara. Ingin sekali kumasukkan tiang listrik di dalam mulut mereka ketika
berbicara.
Aku
satu-satunya orang yang kesulitan berbicara. Aku bodoh. Dan orang yang tidak
bisa berbicara tidak akan pernah bisa sukses. Tidak bisa meraup kekayaan. Tidak
bisa mendapatkan wanita jelek apalagi yang cantik. Tidak bisa mendapatkan
kenyamanan hidup.
Dan
aku salah seorang yang tidak bisa berbicara.
Kantukku
belum juga datang. Tapi aku sudah kepalang muak. Aku gatal-gatal karena acara
radio itu masih berlangsung dan suara laki-laki itu meracuni sarafku. Tapi aku
akan berusaha tidur karena dengan tidur aku tidak akan bicara. Aku juga tidak
akan berpikir. Aku akan berhenti merasa muak. Sekaligus aku juga akan berhenti
menyalahkan diriku.
Tapi
aku tidak bisa tidur. Aku cacat. []
Situbondo,
21012013—00:07
Sumber : bbbpics.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar