Oleh : Ahmad Zaidi
Jember, 28 April 2016. Pagi yang cerah.
Kami berkesempatan untuk
menghadiri undangan acara bincang sastra di Kampoeng Batja, Jl. Nusa Indah VI-7
Jember. Di sana kami bertemu dengan bapak Iman Suligi, pengelola tempat tersebut,
S. Arimba atau Mas Harmono, penyair yang juga salah satu pegiat komunitas
sastra di Yogyakarta, Mas Siswanto, penyair sekaligus dosen di Universitas
Jember serta beberapa teman lain yang tidak bisa kami sebutkan.
Acara dikemas dengan
sederhana, tanpa pembuka yang muluk-muluk dan membosankan. Oleh mas Siswanto,
kami diberi sedikit gambaran tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh suatu
komunitas, berikut cara mengelolanya. Selanjutnya, setiap peserta yang hadir
diberikan waktu untuk menceritakan hal-hal yang dialami oleh komunitas, sejauh
mana perkembangannya, sebelum akhirnya ditanggapi oleh ketika narasumber tadi
(bapak Iman, mas Arimba dan mas Siswanto).
Dari acara itulah, kami jadi
tahu beberapa masalah yang sering dialami komunitas sastra pada umumnya.
Seperti kurangnya dokumentasi juga tak kalah pentingnya, adalah kurangnya
jejaring pustaka yang bisa mempererat hubungan antar komunitas. Mas Arimba
menyarankan, untuk rutin membuat stensilan dari kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan. Beliau menunjukkan contoh stensilan acara yang rutin dibuat PKKH
UGM.
Selanjutnya, bapak Iman
bercerita tentang proses membangun
Kampoeng Batja dari nol hingga seperti sekarang. Ia mengisahkan awal mula dirinya memulai menyewakan buku di rumahnya dengan
koleksi buku milik ayahnya, “waktu itu saya baru kelas 5 SR.” Kemudian bagaimana
ia membuka perpustakaan di Universitas Muhammadiyah Jember hingga mendirikan
Yayasan Indonesia Membaca. "Dulu, lima tahun sebelum pensiun, saya membayangkan akan berada di suatu
ruangan yang nyaman dengan orang-orang membaca dan buku-buku datang
sendiri." Tuturnya. Ia pernah mengirim surat ke berbagai penerbit yang bersedia untuk
menyumbangkan beberapa buku juga kepada penulis-penulis besar seperti Gola Gong.
Alhasil, dengan segenap upaya mulai dibangunlah Kampoeng
Batja sejak tahun 2010. Seiring usahanya tersebut, Kampoeng Batja dinobatkan
sebagai salah satu dari enam TBM kreatif di seluruh Nusantara. Keren sekali.
Tidak terasa matahari
beranjak siang. Sebelum menyudahi acara kami menyempatkan diri untuk mengajak
semua yang hadir untuk ikut melaksanakan ritual KPMS yaitu membaca puisi secara
bergiliran. Semacam puisi berantai, namun direkam berupa audio.
Akhir kata, jangan lelah
untuk saling berbagi, saling menginspirasi dan berbudaya literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar