Social Media Sharing by CB Bloggerz


a
a
a
a

Recent Posts
recent

Dadang mendadak nikah

Oleh Firda
“Dadang cepat,,penghulu udah datang tu” teriak Ibu dari luar kamarku. Sedangkan aku gelisah mondar-mandir dalam kamar masih belum siap menerima kenyataan semua yang terjadi saat ini.
“aduh Dadang, jangan mondar-mandir kayak setrikaan gitu ah,,ayo cepat keluar” teriak Ibu setelah membuka pintu kamarku.
Dengan perasaan tak menentu kayak nano-nano yang aku rasakan saat itu aku pun segera melangkahkan kaki sambil menarik nafas dalam-dalam sebelum Ibu menarikku keluar kamar.

* * *
Oh iya sebut saja namaku Dadang, aku seorang pemuda berusia 23 tahun. Saat ini aku bekerja di sebuah perusahaan milik almarhum kakekku yang belum lama meninggal dan mewariskan perusahaannya padaku, sebagai cucu tersayang beliau, dalam surat wasiatnya kakek meminta agar aku melanjutkan untuk memimpin perusahaan sepatu yang beliau tinggalkan. Akhirnya aku jalani saja apa yang beliau pesan padaku.
Tahu tidak, semua yang terjadi dalam kehidupan aku dari aku lahir sampai saat ini, semua terjadi secara mendadak dan selalu seperti itu. Selalu saja Tuhan memberikan kejutan dalam hidupku. Jadi, ketika aku berusaha merencanakan sesuatu baik-baik, selalu saja ada kejutan mendadak yang menyertai, yang sedikit berubah dengan rencanaku semula.
Saat aku akan dilahirkan ke muka bumi ini, kehadiranku di muka bumi pun tidak direncanakan karena kakakku masih berumur 1 tahun lewat 2 bulan saat aku baru dilahirkan. Ibu yang di jadwalkan akan melahirkan pada hari jumat siang mendadak maju dan akhirnya aku lahir pada kamis malam. Ya, untung saja aku lahir dengan lancar, sangat menggemaskan dan imut menurut saudara-saudara ku. Tapi mereka bilang sekarang aku sudah tidak imut,malah amit-amit!
Kejadian lain, saat aku berusia 8 tahun aku mendadak terserang penyakit demam berdarah. Hampir saja aku tak tertolong namun Tuhan berkehendak lain, mendadak aku pulih dan buktinya masih ada sampai detik ini. Selain itu, saat aku baru menduduki bangku sekolah menengah pertama negeri di Surabaya, saat aku mulai menemukan teman-teman baru, mendadak Ayah dan Ibu bertengkar sehingga Ibu membawa aku, kakak dan tiga adik-adik kecilku ke tanah kelahiran Ibu dimana nenek tinggal, di daerah Bondositu. Tapi bukan berarti kedua orangtuaku berpisah, mereka hanya berbeda tempat tinggal karena pekerjaan.
Kejutan dalam hidupku tak berhenti sampai disitu, saat aku melanjutkan bangku sekolah menengah pertama di daerah Bondositu, sebagai seorang siswa baru aku masih tak begitu mengerti bahasa yang digunakan teman-teman baruku. Jadi aku lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Sampai suatu hari seorang teman sekelas memberi sepucuk surat padaku. Mendadak itu terjadi, karena baru kali itu aku mendapat surat cinta dari orang lain.
Selain itu, ketika aku melepas seragam putih biruku, rencananya aku ingin melanjutkan sekolah di Surabaya dimana Ayahku tinggal. Sudah sebulan aku memikirkan ingin kembali ke tanah kelahiranku itu tapi ternyata aku terlambat untuk mendaftarkan diri untuk sekolah di kota kelahiranku tersebut. Dan lagi-lagi mendadak Ibu menyuruhku untuk segera mendaftarkan diri pada sebuah sekolah negeri favorit di daerah Bondositu. Aku yang pasrah pada nasib segera mendaftarkan diri ke sekolah menengah atas yang Ibu usulkan pada hari itu juga dengan diantar kakakku. Setelah menjalani test masuk, tidak aku sangka ternyata aku diterima di sekolah tersebut, sekolah yang menurut masyarakat setempat merupakan sekolah orang kaya dan pintar di daerah Bondositu.
Nah, setelah aku menyelesaikan bangku SMA, aku berencana melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi di Surabaya melalui jalur khusus anak pintar. Aku memilih dua perguruan tinggi di Surabaya dengan dua jurusan. Namun setelah aku berusaha keras, alhasil tidak satupun dari dua perguruan tinggi yang aku pilih itu menerimaku. Dan dalam keadaan putus asa, mendadak Ayahku mengusulkan aku untuk mendaftar di perguruan tinggi negeri favorit di Surabaya dimana kedua orangtuaku dulu menuntut ilmu. Aku hanya berpikir pesimis tapi tetap mengikuti apa saja yang orangtuaku sarankan.
Mendadak aku baru mengetahui bahwa Ayahku memilihkan jurusan yang aku tak mengerti. Setelah kuliah aku pun baru mengerti. Tapi agar tidak mengecewakan orangtua aku pun belajar sendiri tanpa les bimbingan belajar karena aku tak pernah suka les. Lalu mengikuti serangkaian test SNMPTN masuk perguruan tinggi tersebut. Dan setelah menunggu, akhirnya aku mengetahui pengumuman dari perguruan tinggi tersebut dari internet dan lagi-lagi aku tidak menyangka bahwa akhirnya aku diterima di perguruan tinggi itu. Betapa bersyukurnya orangtuaku saat mengetahuinya dan segera mencarikan biaya untuk aku kuliah.
Selain itu, pernah suatu sore mendadak Ayah pulang ke rumah, di Surabaya tentunya, sambil membawa motor matic untuk aku. Katanya, Ayah membelinya kontan dari sebuah dealer yang mengadakan road show. Padahal, aku saja belum bisa menyetir motor jadi akupun belajar bersama kakakku. Tapi tetap saja aku tak berani meluncur di jalan sendiri dengan motorku sebab pengendara di jalanan Surabaya ahli-ahli dalam berkendara di jalan raya yang ruwet, menurutku. Apalagi banyak polisi berjaga di setiap titik jalan, sedangkan aku belum memiliki surat ijin mengemudi jadi biarlah kakakku yang menyetir menggunakan motorku.
Nah itulah beberapa kejadian mendadak yang aku alami dalam hidupku yang bisa aku ceritakan disini.
* * *
Sore itu aku pulang dari kantor pukul 16.15 WIB dan semenit setelah aku mencapai depan rumah mendadak Fifi, pacarku meneleponku.
“ halo, ada apa fi?”
“Dang, kamu dimana? Cepat jemput aku di Kertajaya ya” suara disebrang sana terdengar terengah-engah.
“ya ya tunggu ya fi aku segera kesana”
Dan setelah itu sambungan langsung terputus.
Sepertinya memang ada sesuatu yang penting saat aku mendengarkan suaranya. Memang aku sering menjemputnya sepulang dari kerja tapi jarang aku mendengar suaranya yang terdengar terburu-buru seperti itu. Sebelum aku masuk rumah langsung saja aku memutar mobil dan meluncur menuju tempat Fifi menungguku. Sudah 3 tahun aku menjalin hubungan dengan Dia sejak kuliah. Kami saling mencintai dan kedua orangtua kami pun merestui hubungan kami. Aku telah berencana akan melamar Fifi kepada orangtuanya dan segera menikahinya 4 bulan lagi. Dia pun telah mengetahui rencanaku itu.
Sesampainya di Kertajaya segera aku menangkap sosok perempuan berkerudung biru memakai setelan jas kerja sambil menenteng tas yang senada. Aku mendapati Fifi sedang berdiri gelisah di pinggir jalan dan saat melihatku, air mukanya berubah lega dan tersenyum menyambut kedatanganku.
“Dang, akhirnya kamu datang juga. Ayo cepat anterin aku ke jalan Sudirman” segera saja dia masuk mobil dengan nafas memburu.
“ya,,ayo aku antar. Emangnya ada perlu apa kamu mau kesana?disana bukannya pusat toko emas”
“aku pengen kita cepat cari cincin buat pertunangan kita”
“lho kok keburu, bukannya kamu bilang kita cari awal bulan depan?”
“udah ah ayo pokoknya antarin kesana sekarang. Aku gak mau nunda-nunda semuanya” dengan raut muka merajuk dia berkata.
Kalo dia sudah berkeinginan seperti itu apa boleh buat, aku segera mengantarnya kesana.
Sesampainya di depan sebuah toko emas yang Fifi tunjuk, kami turun dan segera saja dia memilah dan memilih cincin-cincin couple untuk kami berdua. Setelah agak lama akhirnya dia memilih cincin dengan meminta persetujuanku. Setelah membayar, kami masuk mobil. Aku perhatikan wajahnya tampak begitu berseri dan cerah lalu dia tersenyum lembut padaku. Membuat wajahnya kian manis.
“makasih ya Dang. Aku senang banget sama model cincin yang kita pilih ini” sambil menggenggam tanganku.
“ya aku juga senang kalo liat kamu bahagia gitu. Makin manis aja kamu Fi kayak lolipop” gombalku.
“hmm,, emangnya aku permen” dia pun cemberut padaku.
“hehe bercanda kok. Gak usah manyun gitu donk” ujarku sambil mencoba meraih bibirnya yang udah maju 5 senti tapi dia berusaha menghindar.
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju rumah Fifi yang tak jauh dari rumahku. Namun saat hendak membelok dari perempatan jalan,tiba-tiba sebuah truk bermuatan kayu gelondongan oleng kearah mobil yang kami naiki dan aku yang kaget berusaha menghindar dan membanting setir. Aku mendengar teriakan Fifi di samping ku sebelum akhirnya semua berubah gelap.
* * *
“Dang ayo bangun donk nak. Ibu ndak kuat ini,,hiikss”
“sudah bu ndak usah nangis di dekat Dadang nanti dia bangun”
Samar-samar terdengar suara di dekatku, aku pun berusaha membuka mata. Terlihat Ibu dan Ayah di samping aku terbaring.
“nak sudah bangun,,syukurlah..” suara Ibu kian jelas di telingaku
“Ibu kenapa nangis? Kita ada dimana ini?”
“di rumah sakit nak. Ibu dari tadi khawatir sama kamu. Tadi kamu kecelakaan di jalan waktu sama nak Fifi. Tapi sekarang,,hiiikkss” Ibu berkata terpatah-patah
“sekarang kenapa bu?” tanyaku bingung.
Dan beberapa saat aku terdiam lalu teringat kejadian yang aku alami bersama Fifi beberapa jam lalu.
“Bu,,bu,, Fifi sekarang ada dimana? Dadang pengen liat keadaan dia bu” tanyaku penasaran dan segera bangkit dari pembaringan.
Tapi yang ditanya hanya tertunduk sambil menangis tersedu.
“nak Fifi ndak bisa diselamatkan le” akhirnya Ayah yang menjawab.
Seketika itu kepalaku serasa disiram air es dan tiba-tiba semua menjadi gelap kembali.
* * *
Suasana berkabung terasa saat aku menginjakkan kaki memasuki rumah keluarga Fifi. Aku merasa ini semua bagaikan mimpi buruk dan aku ingin segera terjaga dari mimpi buruk itu. Namun semuanya memang kenyataan yang harus aku hadapi. Fifi telah pergi meninggalkan aku. Ini semua salahku, semua gara-gara aku tidak bisa menyelamatkan dia dari maut. Aku pun terus menyalahkan diriku sendiri. Aku hanya bisa tertunduk lesu melihat jasad Fifi dihadapanku sebelum dimakamkan. Tak sanggup aku melihatnya.
“sudah nak, ikhlaskan saja Fifi pergi” ujar Bapak Fifi sambil menepuk bahuku. Aku melihat, Beliau pun berusaha tegar melepas kepergian anaknya.
“nak, ini ada surat wasiat dari Fifi.” Giliran Ibu Fifi yang berkata sambil memberikan sepucuk surat padaku. Lalu aku membacanya,
Buat sayangku, Dadang
Dang, maafkan aku jika aku pergi terlebih dahulu meninggalkan kamu. Aku harap kamu bisa tetap bahagia setelah kepergianku. Aku tulis surat ini saat aku mendapat firasat buruk jadi segera aku tulis sebelum sesuatu terjadi padaku. Oh iya, makasih banget ya udah temani hari-hariku selama aku hidup. Aku sayang banget sama kamu.
Dang, aku punya permintaan sama kamu, aku harap jika aku telah pergi, tolong kamu jaga adikku, Fina. Dia adikku satu-satunya yang aku sayang. Kamu tahu kan, dia tidak bisa melihat. Jadi, Aku berikan kedua penglihatanku untuk dia ya. Lewat Fina, aku dapat melihatmu selalu. Aku harap dia bisa bahagiakan kamu. Semoga kamu bisa hidup bahagia bersama adikku, aku restui hubungan kalian kok. Jaga diri kalian baik-baik ya..
Dari Fifi yang selalu mencintaimu.

Setelah selesai membaca surat dari Fifi, aku tak kuasa menahan air mata hingga jatuh dan keluarganya pun memperhatikanku dan berharap sesuatu padaku.
* * *
Tak terasa setahun setelah kepergian Fifi berlalu, dan besok hari pernikahanku dengan Fina akan berlangsung. Kami sudah bertunangan 6 bulan yang lalu dan kini aku bersama keluargaku dan keluarga Fina sibuk mengurusi segala tetek bengek untuk acara pernikahan kami besok. Oh iya, Fina sudah menuruti almarhumah kakaknya sehingga kini ia dapat melihat kembali.
“kak Dang, aduh aku jadi deg-degan nih” ujar Fina sore itu.
“tenang aja Fin, gak usah takut gitu” aku mencoba menenangkannya.
“trimakasih banget ya kak buat semua yang udah kakak lakukan buat aku dan keluarga aku”
“iya sama-sama, ini semua demi kebaikan kita” aku tersenyum sembari menggenggam telapak tangannya.
* * *
Sabtu, 17 juli 2012
Gedung Serbaguna Sahaja
Tak terasa siang ini acara pernikahanku dengan Fina berlangsung, suasana berlangsung meriah dan penuh suka cita. Aku dan Fina yang mengatur semua dekorasi gedung. Kami memilih tema flora dengan warna hijau dan putih agar suasana terlihat sejuk dan asri. Bermacam makanan tersaji oleh koki koki yang handal, kami memilih makanan khas nusantara untuk resepsi para tamu. Bermacam bunga asli ikut meramaikan suasana dengan wangi segar dan menyegarkan mata.
Kami berdua duduk di pelaminan. Kami berdua telah menyalami dan menerima ucapan selamat dari sanak saudara dan teman-teman yang kami undang. Aku melirik pada Fina, kulihat raut mukanya yang memerah tapi tak dapat ditutupi bahwa dia terlihat sangat bahagia. Aku jadi bahagia pula melihatnya.
Fifi, akhirnya keinginanmu tercapai. Kini aku telah bersanding dengan adikmu. Semoga ini yang terbaik untuk kami, aku membatin dalam hati dan kemudian ikut larut dalam suasana yang berbahagia.
* * *
“Jangan sesali apa yang sudah pergi, jangan tangisi apa yang telah tiada, tetapi bangkitlah dan temukan kebahagiaan yang lebih indah yang telah menunggu di depan”
“hidup memang penuh kejutan yang mendadak tapi tetap berusahalah terlebih dahulu lalu biarlah Tuhan yang menentukan apa yang terbaik untuk kita”
Redaksi

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.