Social Media Sharing by CB Bloggerz


a
a
a
a

Recent Posts
recent

Kepergian Ve


Perceraian itu memisahkan segalanya yang begitu indah. Dia harus berpisah dengan teman-temannya. Dengan kerabat-kerabatnya. Dengan tempat tinggalnya sejak lahir. Bahkan dengan sekolahnya ia harus berpindah ke kota orang. Dan dengan berat hati, ia harus lakukan itu semua. Namun tetap saja, difikirannya tidak akan pernah ada rasa benci terhadap Ayah maupun Ibunya. Menurutnya, hanya mereka lah orang tua yang terbaik baginya.
Ve mimilih hidup sendiri, ia tidak memilih tinggal bersama Ayah, maupun Ibunya. Tiggal disebuah rumah bersusun yang berada disebuah perkotaan didaerah Bandung, itu harus Ve biasakan saat ini. Dibanding kan dengan rumahnya yang dulu, sebuah rumah yang besar dengan sedikit sentuhan klasik dibagian atap rumahnya yang bergaya Cina. Ditambah lagi dengan satu kamar Ve yang mengagumkan oleh tiga buah jendela yang terlihat seperti sebuah segi enam yang terpotong tengahnya. Ve yakin, ia akan segera dapat beradatasi ditempat barunya.
Setelah segala keperluannya terlengkapi, serta surat-surat pindah sekolah sudah terurus, ia memulai memasuki sekolah barunya. Gedung bertingkat, dengan halaman sekolah yang luas dilengkapi dengan sebuah lapangan basket yang dikelilingi oleh kelas-kelas dan ruang-ruang lainnya. Banyak sepasang mata yang menyambutnya, ada sebuah ekspresi heran disana. Sepasang mata itu memandang keseluruh penampilan Ve. Namun , Ve membalas tatapan itu dengan sebuah senyuman ramah.
Sudah cukup lama Ve berada diruang TU, segeralah Ve diantar ke sebuah kelas teratas digedung sekolah itu. Kemudian ia berbelok kesebuah kelas bernamakan XII IPA 1 dimana kelas itu adalah sebuah kelas unggulan. Disana pun sekali lagi Ve mendapati sebuah tatapan heran dari teman sekelas Ve yang melihat peampilan Ve.
“Ok class! Hari ini kita mendapat satu teman baru. Dia adalah murid pindahan dari SMA Cindrawasih di Surabaya. Dia baru kali pertama bertempat di Bandung. Ibu harap, kalian bersikap baik kepada Ve. Silahkan Ve untuk memperkenalkan diri”. Sambutan hangat dari wali kelas baru Ve.
“Terimakasih Ibu guru. Selamat pagi teman-teman. Perkenalkan nama saya Veronika Masviana. Saya biasa dipanggil Ve. Kalian juga bisa memanggil saya dengan panggilan Ve. Semoga teman-teman semua dapat menerima saya. Terimakasih”. Ve memperkenalkan diri dengan nada yang terdengar sangat lembut.
Dari sebuah perkenalan Ve, teman-teman barunya sudah memperhatikan Ve. Dari diri Ve, sudah terpancar aura yang sangat-sangat positive. Wajahnya terlihat sangat sabar dan ramah. Diapun juga terlihat anggun dengan memakai jilbabnya.
“Ada pertanyaan anak-anak? Kalau tidak ada, silahkan Ve menempati bangku yang kosong disebelah sana. Baik anak-anak, Ibu tinggal sebentar ke ruang guru”.
Ve berjalan menuju bangku yang ditunjuk wali kelasnya tadi. disampingnya, terlihat gadis berkacamata dengan rambut terurai. Rupanya dia gadis yang dingin. Ve segera menyapa gadis itu dan kemudian mengajaknya berkenalan.
“Ve...” sambil mengulurkan tangan kearah gadis itu.
“Maria.” Jawabya singkat dengan sedikit senyuman.
Ve memandang ke sekeliling kelas. Dia tidak melihat satupun dari mereka para teman perempuan dikelasnya yang memakai jilbab sepertinya. Sudah sedari tadi saat Ve memasuki sekolah itu, Ve tidak melihat satupun dari mereka yang memakai jilbab seperti dirinya. Disekolahnya sudah terdapat mushola, itu sebuah pertanda bahwa masih ada penganut agama islam disekolahnya. Lantai mushola itu terlihat tidak bersih. Padahal juga sudah ada beberapa murid yang beribadah disana. Namun rupanya mereka tidak peduli kebersihan mushola itu. Ve hendak melakukan ibadah shalat Dzuhur. Namun, ia sedikit merasa terganggu dengan lantai mushola yang tidak terlihat bersih.

Padahal ini  adalah rumah Allah, harusnya rumah Allah harus dirawat. Katanya dalam hati.

Kemudian ia segera mengepel lantai mushola tersebut. Banyak siswa maupun siswi yang berlalu-lalang didepan mushola. Mereka memperhatikan Ve yang sedang membersihkan musholah. Sebelumnya tidak pernah ada seorang murid yang membersihkan tempat beribadah shalat itu. Itu adalah pekerjaan pak Udin sipenjaga sekolah. Ve tersenyum kearah siswa dan siswi yang memperhatikannya. Setelah Ve selesai melakukan ibadah shalat Dzuhur. Ada seorang siswi yang menghampiri Ve.

“Murid baru ya?” sapa murid itu.
“iya, perkenalkan. Nama saya Ve”. Jawab Ve dengan sopan sambil memperkenalkan diri.
“Oh iya, nama saya Vina”. Jawab Vina.
“Rupanya kita bisa berteman?” ajak Ve.
“tentu saja! Emm ngomong-ngomong, apa tidak gerah memakai jilbab seperti ini?” tanya Vina sambil memegang jilbab Ve.
“Alhamdulillah tidak. Malah saya merasa sejuk, begitu pula dengan hati saya”. Begitu jawab Ve.
“saya ingin belajar memakai jilbab. Tolong ajari saya ya Ve? Oh iya, kamu dari kelas unggulan ya?” sembari pinta Vina.
“iya, kebetulan saya masuk kelas itu. Bagaimana kalau kamu main-main kerumah saya? Kebetulan saya hanya tinggal sendiri”. Ajak Ve.
“Lho, kemana orangtua mu? Dan dimana kamu tinggal?” sekali lagi Vina heran.
“Mereka ada diluar kota. Di kota tempat tinggalku dulu. Emmhh kamu XII apa Vina?” Ve mengalihkan pembicaraan.
“Oh jadi begitu. Aku dikelas IPA III Ve. Mari kalau mau masuk kelas, bukankah kita satu arah?” ajak Vina.
“Ohh iya, mari Vina”.
Semenjak perkenalan itu, mereka menjadi sangat akrab. Banyak kesamaan diantara mereka, dan cara berpenampilan mereka. Akhirnya Vina mempunyai keinginan memakai jilbab seperti Ve. Awalnya, Vina merasa sangat gerah. Namun, melihat Ve yang damai dan terlihat cantik memakai jilbab, ia pun mencobanya perlahan. Lagi pula dia sudah berjilbab itu sudah terlihat cantik, menutup aurot, dan mendapat pahala pula, seperti hadist yang dikatakan oleh Ve kepada Vina. Murid-murid yang lain pun sering memperhatikan mereka berdua. Terutama pada jilbab yang mereka pakai. Walaupun hanya diikat dengan sederhana, namun mereka terlihat begitu cantik nan anggun. Banyak beberapa dari siswi yang mengikuti cara berjilbab mereka. Bahkan, ketika diluar pun mereka juga memakai jilbab dengan style mereka masing-masing. Sampai disebuah mading, terpampang stylelis berjihab untuk para siswi.
Melihat ada perubahan disekolahnya, Roy salah satu siswa itu sampai bertanya-tanya.
“Ada apa cewek disekolah kita?” tanyanya.
“Semenjak datangnya siswi baru unggulan itu, anak-anak ceweknya lebih banyak memakai jilbab Roy”. Sahut Boby.
“Wew...seperti apa sih anak baru itu? Akui ingin tahu! Bisanya dia sebagai trecenter disekolah?”.
Roy adalah salah satu cowok PLAYBOY  disekolah itu. Dia orang yang sombong, karena dia pikir, dialah cowok tertampan dan terkaya disekolahnya. Karena orangtuannya adalah penyumbang terbesar disekolahnya.

G U B R A A K K
Buku-buku yang Ve bawa tiba-tiba terjatuh berantakan. Karena kepala Ve tiba-tiba terasa sangat sakit. Suara buku yang berjatuhan itu mengagetkan Roy yang sedang asyik mengobrol dengan Boby dan teman-temannya.
“Apa woy?!!! Bisa bawa buku yang bener enggak?” tegur Roy sambil menghampiri Ve.
“Maaf....” singkat jawab Ve, yang kemudian suara itu kembali terdengar lagi disusul dengan jatuhnya Ve yang tiba-tiba tidak tersadar.
“Hey. Kamu kenapa? Hey! Bangun! Lho, beneran pingsan nih? Woy Bob, cepet sini. bantuin angkat nih”. Sahut Roy kebingungan.
Segera Roy yang menggendong Ve menuju UKS.
“Roy, itu. Itu. Yang kamu tolong tadi...”
“Apanya tu Bob?” Sahut Roy yang masih dengan nada gemetar.
“itu si Ve, anak baru yang aku ceritakan itu!”
Vina sahabat Ve memasuki UKS untuk menengok keadaan Ve.
“Ve,  Ve. Kamu baik-baik saja?” tanya Vina perlahan sambil memegang tangan Ve.
Perlahan Ve membuka matanya dengan sangat perlahan. Dan ia hendak menggerak-gerakkan mulutnya untuk tersenyum menyapa Ve.
“Iya Vina. Aku baik-baik saja”. Sanggup Ve dengan lirih.
Mendengar Ve sadar, Roy segera menghampiri Ve.
“ehhmm Ve, kamu baik-baik saja kan? Maaf atas sikap ku tadi yang kasar dan membentak mu. Aku Roy” Roy memperkenalkan diri sampai menjabat tangan Ve perlahan. Kerena ia tahu, bahwa Ve masih terlemas baru sadar.
“eehhmm iya Roy, enggak apa. Maaf tadi aku mengagetkan mu”. Sahut Ve yang masih dengan nada lirih.
Suara Bel telah berbunyi. Tanda siswa harus segera masuk kelas.
“Ve, kamu istirahat aja dulu. Vina kamu jagain Ve, aku masuk kelas”. Dan segeralah Roy beranjak meninggalkan ruangan.
Melihat sikap Roy yang kemudian berubah menjadi lembut, Boby teman Roy sedikit heran. Namun, Boby sebagai teman Roy sejak kelas satu SMA cukup senang dengan perubahan Roy yang seperti itu. saat pulang sekolah mereka tidak sengaja bertemu kembali, Ve dan Roy. Kebetulan saat itu Ve sedang bersama Vina yangsedang jalan kaki.
“Hey Ve, gimana? Sudah sembuh?” sapa Roy ramah.
“Alhamdulillah sudah baikan”. Jawab Ve dengan senyumnya yang tidak kalah ramah.
“Ya sudah, aku duluan ya Ve, dan kamu Vin”. Pamit Roy.
“Duluan ya Ve?” diikuti Boby.
Mereka beranjak pergi dengan mobil jaguar milik Roy.
“ihh ... dianterin ke’ orang lagi sakit juga”. Jawab Vina sinis.
“Sudah-sudah gak boleh begitu. Kan aku masih jalan sendiri”. Jawab Ve yang terlihat  sabar.
“hhheemm ..... Ve. Padahal Roy itu anak yang sombong, PLAY BOY lagi. Kamu hati-hati sama dia!”
“Huss ... jangan gitu. Itu sama aja dengan suudzon. Oh iya, kamu sudah makan? Nanti, makan dulu ya dirumah ku?”  Ve mengalihkan pembicaraan.
“Iya sihh, laperr. Yuk, yuk makan”. Tegas Vina.
Keesokan harinya diperpustakaan sekolah, Roy tidak sengaja melihat Ve yang duduk sambil membaca buku, dengan pandangan 45® dari tempat duduknya.
“Bob, Ve kelihatannya manis juga. Anggun lagi”.
“Yaahh Roy. Jangan yang ini laah!! Dia itu cewek berjilbab. Gak takut dosa apa loe?!” tegas Boby mengingaykan Roy.
“Apa hubungannya dosa Bob!!! Lagian siapa juga yang mau macarin dia? Gua cuman suka senyumnya dia aja!”
“Beneran lo Roy? PLAY BOY kaya loe?”
“Ahh sialan lo Bob!!! Siapa yang PLAY BOY!!!” sambil menepuk kepala Boby.
Terkadang, disela-sela kegiatan Roy, Roy teringat kepada Ve. Ia ingat senyum yang tak pernah lepas dari wajah Ve. Namun, Roy secara diam-diam sering memperhatikan Ve. Ia gengsi kepada Boby yang selalu meledeknya.
“Daarrr.... Ngapain lo Roy?!!” sambar Boby mengagetkan Roy.
“Ahh! Apaan sih lo Bob. Ganggu aja!!” kesal Roy.
“Sinis banget. Dia anak baik-baik Roy!”
“Maksut lo apaan Bob!! Gue cuman heran aja sama Ve. Akhir-akhir ini wajahnya sering pucat. Namun senyum itu tidak pernah lepas dari wajahnya!”
“Iya, waktu itu kan juga pingsan? Sih, kamu sering perhatiin dia Roy??” tambah Boby heran.
Ve memang terlihat tidak sehat. Ve sering kali mengalami sakit kepala yang sangat hebat. Padahal, tinggal beberapa bulan lagi Ve menghadapi UAN disekolahnya. Ve terlalu bekerja keras, padahal Ayah dan Ibunya sudah sering kirim uang untuknya. Namun, Ve jarang menggunakan uangnya. Hanya saat kebutuhan mendesak saja ia menggunakan uang itu. Ve sering tidur larut malam, karena Ve baru dapat belajar setelah jam 8 malam. Ve sibuk mengurus anak panti mengaji. Ibu panti sudah menyuruhnya beristirahat, apa lagi sebentar lagi Ve akan mengahadapi ujian. Tapi, Ve mengelak. Alasanya karena ia belum pernah memberi kebaikan kepada orang lain. Dia menganggap dia tidak punya waktu lagi selain sekarang.
“Ve, sebentar lagi kita akan menghadapi ujian. Harusnya kamu menjaga kesehatan mu. Aku ingin kita masih bisa mengikuti ujan dengan keadaan sehat bersama-sama” pinta Vina.
“Iya, aku pasti mejaga kesehatan ku Vina. Aku hanya ingin berbagi kepada orang lain. Karena kupikir waktu ku tidak akan lama lagi”. Jawab Ve lirih.
Vina mengkerutkan keningnya.  Ia mencerna apa yang diucapkan Ve tadi. vina sangat khawatir dengan keadaan Ve yang semakin lama semakin lemah. Sudah banyak guru yang menanyakan perihal tentang keadaan Ve kepada Vina. Begitupun dengan Roy.
“Vin, Ve kenapa? Aku perhatikan, akhir-akhir ini Ve terlihat pucat”. Tanya Roy.
“Sejak kapan kamu jadi orang peduli seperti ini Roy?” tanya Vina heran.
“Salah ya kalau aku care sama Ve?” jawab Roy tegas.
“Ya enggak sih. Heran saja. Ve sahabatku yang paling baik Roy. Dia bener-bener cewek yang berhati mulia. Kalau kamu memang care sama dia, tolong jaga dia Roy. Aku sangat khawatir dengan keadaanya. Ini juga waktu yang tepat untuk membuktikan kalau kamu bukan Roy yang dulu. Roy yang PLAYBOY!”
“Iya aku akan jaga dia Vin. Cuman dia satu-satunya yang buat aku sangat penasaran dengannya. Dia satu-satunya gadis teranggun yang pernah aku lihat. Aku sangat suka dengan senyum yang takk pernah lepas dari wajahnya. Walaupun dengan keadaan apapun, dia tidak pernah lupa akan senyumnya”. Jawab Roy.
Sejak itu, Roy mulai mendekati Ve. Ia benar-benar ingin menjaga Ve. ia mengantarkan Ve pulang, menemani Ve dengan kegiatan Ve sehari-hari. Mengingatkan Ve makan. Dan dia juga tidak kerepotan untuk menjemput Ve setiap hari. Setiap hari mereka terlihat bersama. Diperpustakaan pun Ve terlihat sedang belajar bersama dengan Roy. Sejak itu, Roy mendapat banyak perubahan, dia tidak malas lagi belajar. Roy pun juga lebih menghargai waktunya untuk hal-hal yang berguna. Ia sangat termotivasi oleh Ve. Ve pun tidak keberatan Roy menemaninya. Karena Ve melihat sebuah ketulusan dari Roy.
“Ve, apa kamu tidak capek dengan kegiatan rutinmu ini?”
“Tidak Roy, aku merasa damai dengan kegiatanku seperti ini. Sepertinya beban-beban dalalm hidupku terkurangi. Aku senang dengan anak-anak panti itu karena aku sendiri juga tidak memliki saudara kandung. Aku anak satu-satunya dari ayah dan ibuku”. Jawab Ve.
“Tapi keadaanmu sangat lemah seperti ini Ve. Ve, jujur aku tidak pernah bersikap selembut ini kepada seorang perempuan. Baru pertama ini, dan itu ke kamu Ve. kamu ngerubah hidup ku menjadi lebih baik Ve. kamu  buat aku lebih menghargai waktu-waktu ku. Ve, jujur aku carebanget sama kamu. Aku ingin setiap hari bersama mu Ve. aku ingin menjagamu. Sungguh aku mencintaimu. Bisakah kamu mempercayaiku untuk menjadi pacarmu? Pacar yang akan selalu ada disampingmu? Yang selalu menjagamu semampu ku?” Roy mengungkapkan perasaannya kepada Ve.
“Bukan aku yang merubahmu Roy. Tapi sebuah keinginanmu sendiri yang menjadikanmu lebih baik. Karena kamu, peduli. Karena kamu tidak memikirkan dirimu sendiri. Mungkin dulu, sebuah keegoisan yang menguasaimu. Aku senang kamu menjadi lebih baik, aku senang kamu memikirkan orang lain Roy. Aku percaya kamu bisa menjagaku, aku percaya kamu dapat selalu bersamaku Roy. Namun, aku tidak yakin akan selalu bersamamu untuk waktu yang lama”.
“Kenapa Ve? kenapa kamu gak bisa untuk selalu bersama ku?” tanya Roy heran.
“Karena aku, aku tidak pantas untuk kamu Roy. Aku tidak bisa menemanimu. Waktuku sudah tidak lama lagi. Dokter sudah memfonisku, dia bilang aku hanya punya sisa hidup dua bulan lagi Roy”. Ujar Ve.
“Fonis dokter? Sakit apa Ve? sudah berapa lama? enggak, enggak kamu jangan ngomong kaya gitu Ve. kamu past bisa bertahan. Itu hanya fonis dokter Ve. tolong jangan pergi Ve”.
Leukimia Roy. Sudah setengah setahun terakhir ini aku megetahui penyakit ku. Sebenarnya penyakit ini sudah menyerangku sejak dua tahun yang lalu. Aku baru mengetahuinya sejak awal tahun ini. Aku tidak memikirkan kapan aku tiada Roy. Yang aku pikirkan bagaimana nanti aku meninggal dengan tenang Roy. Aku ingin melihat orangtuaku kembali bersatu Roy, walau mungkin itu tidak mungkin. Ditambah lagi dengan ketiadaan ku. Maafkan aku Roy, aku tidak bisa selamanya bersama mu. Jujur, aku juga mencintaimu. Biarkan aku membawa cintamu pergi Roy”. Ucap Ve sambil meneteskan air matanya.
“Sudah-sudah Ve, jangan berpikir seperti itu. Kamu orang yang baik, Tuhan pasti akan selalu melindungimu. Mungkin melewati aku. Aku sayang sama kamu Ve. Aku akan terima apapun dari kamu, aku mohon bersama lah denganku. Aku akan menjagamu Ve. Aku janji!”. Ucap Roy dengan mengusap air mata Ve.
“Terimakasih Roy. Aku sangat beruntung bertemu dengan mu. Aku sangat bersyukur Tuhan telah mengirim malaikat untuk ku. Kamu malaikat itu Roy. Syukur alhamdulillah kamu tulus menyayangiku”.
Akhirnya mereka berdua menjalin sebuah hubungan ikatan berpacaran. Roy selalu menemani hari-hari Ve. Roy pun juga sering mengajak Ve ceck up ke dokter memeriksa perkembangan kesehatan Ve. Orangtua Ve tahu bahwa Ve mengidap Leukimia. Mereka memilih untuk tinggal bersama Ve menemani Ve. Awalnya Ve sempat menolak, namun Ve memikirkan kembali tentang keinginannya dulu. Ia berpikir bahwa Ayah dan Ibunya dapat bersatu kembali. Begitupun dengan Roy, Roy sering kali berkunjung ke rumah Ve dan bertemu dengan orang tua Ve. Mereka menjadi akrab. Sudah ditemukan kebersamaan yang menghasilkan suatu kebahagiaan diantara mereka. Detik-detik ujian telah tiba. Ve semakin giat belajar. Dokter telah mengingatkan bahwa Ve tidak boleh berpikir terlalu keras. Karena syaraf-syaraf pada otaknya sangat lemah. Namun, Ve tetap saja ingin mengikuti ujian itu. Karena orangtuanya serta Roy berpikir bahwa mungkin itu permintaan terakhirnya, akhirnya mereka menyetujuinya. Diluar ruangan ujian, terlihat orangtua Ve mengawasi Ve, mereka takut kalau-kalau terjadi apa-apa dengan Ve. Ve benar-benar sudah sangat lemah. Wajahnya terlihat sangat pucat dan tubuh Ve juga terlihat kurus. Tapi selama empat hari, Ve mampu mengikuti ujian-ujian itu. Tinggal Ve menunggu nilainya.
“Roy, kamu bisa lihat aku. Aku bisa Roy, aku bisa”. Ucap Ve kepada Roy.
“iya Ve, aku yakin kamu bisa Sayang. Jangan terlalu lelah ya sayang?” pinta Roy.
Disebuah tempat dimana mereka dapat menikmati indahnya senja, Ve dan Roy hanya duduk berdua disebuah bangku sederhana. Mereka memandang jauh kesebuah pemandangan senja disana, tanpa suara berisik motor dan macam-macam polusi lainnya. Suasana disana terlihat sangat-sangat tenang. Tubuh Ve gemetar, Roy bisa merasakan itu karena Roy sedang memegang tangan Ve. Dan Ve pun tersandar pada bahu Roy.
“Roy, aku sangat lelah hari ini. Aku ingin sejenak beristirahat dibahumu.”
Kemudian Ve memejamkan matanya, Roy mendengar hembusan nafas Ve yang semakin kuat. Ia tidak berani membangunkan Ve, ia mencoba tenang sambil memeluk tubuh Ve. Setelah lima menit berlangsung, hembusan nafas Ve tidak terdengar lagi. Ve berakhir dipelukan Roy. Dalam pelukan Roy Ve beristirahat yang terakhir kalinya.
 
         
Sudah jelas bahwa orang-orang terdekat Ve sangat terpukul, begitupun dengan Roy, Vina, Boby, dan kemudian orangtua Ve. Mereka tak kuasa menahan air mata mereka disaat pemakaman Ve. Ve mengajarkan banyak orang kepada kebaikan. Kepada Roy, kepada Vina, kepada teman-teman barunya disekolah. Vina menemukan buku diary milik Ve dimeja belajarnya. Dan Ve menulis awal perjalanannya menuju Bandung tempat peristirahatan terakhirnya. Ia menulis segala lika-liku kehidupannya, dari mulai cinta pertamanya Roy yang tak lain juga cinta terakhir Ve. Dan juga keinginannya agar orangtuanya dapat kembali bersatu. Didalam Diarynya, Ve menuliskan bahwa ia sengaja menabung uang yang diberikan Ayah dan Ibunya karena ia ingin membelikan Al-Qur’an dan perlengkapan shalat lain untuk murid-muridnya dipanti. Sungguh mulia seorang Ve, kebaikannya mengharumkan namanya ketika ia pergi. Dia benar-benar dikenang banyak orang, banyak sekali orang yang melayat kerumah Ve. Dan juga berziarah ke makamnya. Diikuti anak-anak panti yang mendoakannya. Sudah sangat jelas bahwa seorang Ve adalah ahli surga. Ia membawa cinta Roy kesurga-Nya. Semua keinginannya yang telah ia tulis di diarynya segera dipenuhi oleh Roy. Ia yang menanggung semua biaya perlengkapan shalat beserta Al-Qur’an yang pernah Ve minta. Begitupun dengan orangtuanya, mereka sepakat untuk rujuk kembali memulai lagi kehidupan yang baru yang lebih baik lagi. Mereka sangat merasa kehilangan seorang Ve.
Redaksi

Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.